Jakarta (ANTARA) - Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu mengatakan surplus neraca perdagangan 2023 mencerminkan daya tahan perekonomian Indonesia di tengah perlambatan ekonomi global.
“Meski mengalami penurunan dibandingkan 2022, surplus neraca perdagangan di 2023 kemarin menunjukkan daya tahan eksternal perekonomian nasional di tengah peningkatan risiko global, termasuk moderasi harga komoditas dan perlambatan ekonomi negara mitra dagang utama seperti China,” kata Febrio di Jakarta, Selasa.
Neraca perdagangan Indonesia 2023 secara total mencatatkan surplus 36,93 miliar dolar AS.
Nilai ekspor Indonesia pada 2023 tercatat sebesar 258,82 miliar dolar AS atau di bawah capaian ekspor tahun sebelumnya yang tercatat 291,90 miliar dolar AS.
Baca juga: Kemenkeu tetap waspadai ancaman global jaga surplus perdagangan
Meski secara nominal ekspor Indonesia mengalami penurunan, namun dari sisi volume, ekspor Indonesia pada 2023 masih tumbuh 8,55 persen secara tahunan (year-on-year/yoy). Perlambatan nilai ekspor tersebut sejalan dengan moderasi harga komoditas unggulan Indonesia, seperti minyak kelapa sawit dan batu bara.
Selain itu, perlambatan ekonomi di sejumlah negara mitra dagang utama Indonesia juga memberikan andil terhadap perlambatan nilai ekspor Indonesia.
Sepanjang 2023, ekspor Indonesia masih terkonsentrasi di negara China dengan share 25,66 persen, Amerika Serikat 9,57 persen, dan India 8,35 persen.
Sementara itu, ekspor Indonesia menuju ASEAN dan Uni Eropa masing-masing memiliki share 18,35 persen dan 6,78 persen terhadap total ekspor Indonesia di 2023.
Adapun impor Indonesia sepanjang 2023 mencapai 221,89 miliar dolar AS, turun sekitar 6,55 persen (yoy) dibandingkan 2022.
Baca juga: IHSG BEI berpeluang menguat terbatas seiring rilis neraca perdagangan
Penyumbang perlambatan impor terbesar yaitu mesin atau perlengkapan elektrik dan bagiannya, sementara mesin dan peralatan mekanis dan bagiannya menyumbang kenaikan impor.
Sama seperti ekspor, secara volume, impor Indonesia masih mencatatkan pertumbuhan yang positif sebesar 8,04 persen (yoy), sejalan dengan masih kuatnya permintaan domestik.
Secara sektoral, impor barang modal dan barang konsumsi mencatatkan pertumbuhan positif, sementara impor bahan baku mengalami penurunan.
Impor terbesar Indonesia juga masih didominasi oleh negara China dan Jepang dengan share masing-masing 33,42 persen dan 8,84 persen terhadap total impor Indonesia.
Febrio menyebut aktivitas ekonomi global diperkirakan masih akan menghadapi risiko dan ketidakpastian pada 2024, tercermin pada proyeksi perlambatan pertumbuhan ekonomi global oleh berbagai lembaga internasional yang juga diikuti oleh moderasi harga komoditas.
Hal tersebut secara langsung akan memberikan pengaruh terhadap aktivitas perdagangan Indonesia pada 2024.
“Pemerintah akan terus memantau dampak perlambatan global terhadap ekspor nasional, serta menyiapkan langkah antisipasi melalui dorongan terhadap keberlanjutan hilirisasi SDA, peningkatan daya saing produk ekspor nasional, serta diversifikasi negara mitra dagang utama,” ujar Febrio.