Denpasar (ANTARA) - Mantan rektor Universitas Udayana (Unud) Anak Agung Rakasudewi mengungkap tidak ada dasar hukum peraturan menteri keuangan (permenkeu) dalam pemungutan dana sumbangan pengembangan institusi (SPI) dari mahasiswa baru jalur mandiri.
Rakasudewi mengungkapkan hal itu dalam persidangan kasus dugaan korupsi dana SPI Universitas Udayana di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Denpasar, Jumat, sebagai saksi untuk tiga terdakwa, yakni Ketut Budiartawan, Nyoman Putra Sastra, dan I Made Yusnantara.
Dalam persidangan tersebut, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Nengah Astawa bertanya apakah Rakasudewi, yang saat itu menjabat sebagai rektor Unud periode 2017-2021, mengetahui pungutan SPI harus ada permenkeu sebagai dasar hukum.
Rakasudewi menjawab hanya pernah mengusulkan ke Kementerian Keuangan, tetapi belum mendapatkan persetujuan.
"Belum diatur pakai permenkeu, tetapi sudah dimohonkan kepada Kementerian (Keuangan)," kata Rakasudewi di hadapan majelis hakim, yaitu Putu Ayu Sudariasih, Gede Putra Astawa, dan Nson.
Kemudian, Jaksa Nengah kembali bertanya kenapa Unud tetap memungut SPI meskipun tidak memiliki dasar hukum.
"Waktunya sangat mepet. Permohonan ke Kementerian (Keuangan) masih proses," kata Rakasudewi.
Rakasudewi mengaku dia hanya mengetahui latar belakang gagasan penarikan SPI untuk perbaikan sarana dan prasarana yang masih kurang di Unud.
Setelah berdiskusi dengan empat wakil rektor Unud, lanjutnya, lalu dibentuk tim untuk membuat kajian akademis terkait pungutan SPI.
Tim tersebut dibentuk melalui surat keputusan (SK) rektor yang bertugas menyiapkan besaran SPI tahun 2018 bagi mahasiswa baru jalur mandiri.
Rakasudewi menjelaskan komposisi panitia tim pembuat kajian akademis SPI itu ialah Ni Luh Puti Wiagustini sebagai ketua, Anak Agung Wiradewi Lestari sebagai sekretaris, dan masing-masing wakil dekan II fakultas sebagai anggota.
Tim yang telah dibentuk itu lalu melakukan benchmarking, tetapi tidak turun langsung ke lapangan dan hanya mempelajari melalui situs.
Kesimpulan dari kajian tersebut lalu dilaporkan kepada Rakasudewi sebagai rektor dan Kepala Biro Perencanaan Wayan Antara dan para wakil rektor.
Hasil kajian itu dirapatkan kembali untuk dilakukan penyempurnaan terkait angka final tarif SPI yang ditetapkan dan dikeluarkan melalui SK rektor.
"Mestinya iya (menunggu SK rektor); tetapi kenyataannya, setelah pemeriksaan di Kejati, baru saya tahu bahwa pengumuman lebih awal daripada SK rektor," jelas Rakasudewi.
Dia juga mengungkapkan ada konflik internal antara dirinya dengan Wakil Rektor I Unud I Gde Nyoman Antara, yang disebutnya mengalami kendala komunikasi dalam urusan kerja tahun 2021.
Rakasudewi mengatakan dia dan kepala Biro Akademik mengalami hubungan tidak harmonis dengan Antara.
"WR I (Antara) pernah melakukan penyimpangan dalam hal pemberian Udayana Award. Sudah saya konfirmasi dan beliau mengakui. Setelah saat itu, komunikasi dengan beliau sulit. Dibuatkan undangan, tetapi tak datang," ujar Rakasudewi.
Baca juga: Diperiksa sebagai saksi, Guru Besar Unud ungkap peran Wayan Antara susun draf tarif SPI
Baca juga: Saksi ungkap ada konflik internal Unud dalam pengambilan kebijakan penarikan SPI
Baca juga: Guru Besar Universitas Udayana mengaku tak tahu dasar hukum penarikan SPI