Denpasar (ANTARA) - Seniman Bali berkolaborasi dengan seniman Australia akan memamerkan sejumlah karya di Perth, Australia Barat, pada 10-22 November 2023 dalam proyek seni bertajuk Drawing Cosmic Mantra, yang menampilkan gambaran refleksi diri perihal masa depan bumi.
Konsul Jenderal Republik Indonesia di Perth, Listia Operananta dalam keterangan tertulisnya diterima di Denpasar, Sabtu, mengatakan kolaborasi seniman Indonesia (Bali) dan Australia yang terlibat merupakan bentuk dan bukti kedekatan budaya antara Bali dan Perth.
"Seni merupakan bahasa universal yang dapat dipahami semua pihak, baik seniman Bali maupun Perth. Keduanya memiliki kesempatan yang sama untuk saling memberikan pemahaman terhadap budaya yang dimiliki baik kepada masyarakat Indonesia maupun Australia," ujarnya.
Karya seni yang dipamerkan di Victoria Park Centre for The Art (VPCA) Perth Australia pada 10 - 22 November 2023 merupakan karya seniman Bali Jango Pramartha dan Made Wianta (almarhum) serta seniman Australia Paul Trinidad. Kolaborasi kali ini melanjutkan proyek seni yang sebelumnya pernah digarap pada 2015.
Ketiga seniman masing-masing memiliki pengalaman masa lalu yang baik di tempat asalnya, menggunakan media dialog batin untuk menarik dirinya kembali lebih dalam atas segala keresahan yang terjadi.
Listia dalam pengantar katalognya mengapresiasi Jango Pramartha, Made Wianta dan Paul Trinidad serta Yudha Bantono sebagai kurator dan pimpinan proyek seni yang telah menjembatani dan merealisasikan proyek yang menjadi kebanggaan bersama masyarakat Indonesia dan Australia.
Untuk itu KJRI di Perth memberikan dukungan bagi terlaksananya dan kesuksesan acara kolaborasi dan pameran Drawing Cosmic Mantra serta peluncuran buku Globalization karya Jango Pramartha.
Kurator proyek seni dan pameran Drawing Cosmic Mantra Yudha Bantono mengatakan salah satu kekuatan ketiga seniman ini dalam menggarap proyek kolaborasi kemampuannya membangkitkan emosi dan memancing pemikiran.
"Mereka telah memanfaatkan kekuatan-kekuatan dirinya dengan penuh kesadaran, lalu menciptakan karya-karya yang menarik secara visual dan bermuatan emosional, dan tanpa mereka sadari bahwa perjalanannya merupakan adalah sebuah cara berekspresi sekaligus berfungsi sebagai cermin, yang mencerminkan keadaan saat ini maupun mendatang," katanya.
Dengan menghadirkan karya-karya seni, ketiga seniman ini akan mengajak pemirsa untuk merenung, menghadapi konsekuensi tindakan yang telah mereka lakukan dan mempertanyakan peran mereka bagi kehidupan bumi ini.
Jango Pramartha sebagai seniman yang terlibat, merasakan bahwa proyek seni ini adalah tantangan bagi dirinya, khususnya pengalaman sebagai orang Bali yang pernah tinggal dan belajar di Perth Australia.
Ia harus memahami kesamaan maupun benturan budaya dalam satu sisi, sementara di sisi lain pengalaman hidup dengan melihat kondisi saat ini menjadi energi baru untuk mempertanyakan ulang peranannya sebagai seniman sekaligus "cultural designer".
Selain memamerkan karyanya, Jango yang terkenal sebagai kartunis itu akan meluncurkan buku berjudul Globalization yang berisi rangkaian kerja kreatif yang melibatkan sejarah, perjalanan berkesenian, maupun pemikiran-pemikirannya.
Buku yang ditulis Yudha Bantono dengan pengantar Prof. Adrian Vickers ini cukup menarik, karena di samping berbicara tentang dirinya juga kritik tentang perjalanan bangsa Indonesia maupun perkembangan Pulau Bali.
Sedangkan bagi Paul Trinidad yang telah bolak-balik ke Bali dengan proyek seni Bali Studio dari University Western Australia, merasa bangga untuk kembali menjadi bagian dari proyek seni Drawing Cosmic Mantra.
Seniman yang juga guru besar University Western Australia ini mengatakan bahwa Bali adalah tetangga dekat Perth, budaya dan perkembangan Bali juga banyak diikuti masyarakat Australia Barat.
Kedekatan yang bukan hanya sekadar emosional namun juga ruang kreatif ini telah membuat dirinya ingin terus menggali Bali sebagai bagian penting proyek-proyek seninya. "Drawing Cosmic Mantra adalah salah satunya," ujar Trinidad.
Proyek seni kolaborasi seniman Indonesia dan Australia Drawing Cosmic Mantra yang juga didukung penuh oleh University Western Australia, KJRI Perth Australia serta Dirjen Kebudayaan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi ini rencana tahun mendatang juga akan dipamerkan di Bali dan Jakarta.
Baca juga: Pameran The Land of Art ingatkan seniman perlunya ikuti tren
Baca juga: Di Badung, Seniman Ari Bayuaji ubah sampah laut jadi seni instalasi