Badung, Bali (ANTARA) - Badan Standardisasi Instrumen Pertanian (BSIP) Kementerian Pertanian menyebutkan pertemuan 17 negara dan International Rice Research Institute (IRRI) di kawasan Kuta, Badung, Bali, Rabu, membahas produktivitas dan kualitas beras di kawasan Asia.
Sekretaris BSIP Dr. Haris Syahbuddin, DEA dalam The 27th Annual Meeting of the Council for Partnership on Rice Research in Asia (CORRA) mengatakan pertemuan tahunan yang diikuti delegasi 17 negara dan IRRI itu membahas sejumlah isu seperti peluang, tantangan dan solusi dalam pengelolaan sistem pangan pertanian serta upaya untuk memberikan nilai tambah dan meningkatkan standard produksi beras di kawasan Asia
"Tujuan pertemuan ini untuk membicarakan perkembangan penelitian, riset, inovasi dalam kaitannya dengan beras atau padi. Ini memang menjadi salah satu komoditas utama dunia terutama di Asia yang memang konsumsi berasnya sangat tinggi," katanya.
CORRA merupakan program kerja sama antara IRRI dengan lembaga penelitian dan pengembangan dari 17 negara penghasil padi di Asia yaitu Indonesia, Bangladesh, Kamboja, Tiongkok, India, Jepang, Laos, Malaysia, Myanmar, Nepal, Pakistan, Filipina, Republik Korea, Sri Lanka, Thailand dan Vietnam, ditambah Uzbekistan yang akan dikukuhkan menjadi anggota baru.
Dia mengatakan pertemuan tersebut menjadi sangat strategis karena membahas bagaimana negara-negara anggota memanfaatkan teknologi yang berkaitan dengan pengembangan produksi atau teknologi yang berkaitan dengan beras termasuk penggunaan "artificial inteligence".
Baca juga: IRRI beri penghargaan swasembada beras untuk RI
Tahun depan, forum tersebut berbicara serius mengenai isu dekarbonisasi dalam bidang pertanian khususnya produksi beras.
Hal itu penting, kata Haris, mengingat Indonesia sendiri memiliki luas lahan pertanian yang sangat luas hampir 14 juta hektare. Karena itu, penggunaan pupuk, pestisida, emisi gas rumah kaca juga sangat erat dengan budidaya beras atau padi.
Dia meyakini ke depan budidaya yang berstandard, pengelolaan pascapanen yang terstandard, penggunaan pestisida yang terstandard, pupuk yang berimbang menjadi fokus dari negara-negara itu.
Dia pun menyebut soal kekhawatiran dunia terkait dengan pemanasan global di mana suhu bumi terus mengalami pemanasan.
"Sekarang sudah 1,5 derajat Celcius yang dikhawatirkan memang sampai 2 derajat Celcius, maka perlu adanya gerakan atau inovasi," kata dia didampingi Kepala Balai Besar Pengujian Standard Instrumen Padi BSIP Dr. Muhammad Thamrin, Kepala Pusat Standardisasi Instrumen Tanaman Pangan BSIP Dr. Priatma Sasmita.
Haris mengatakan di Kementerian Pertanian RI sudah berjalan gerakan nasional El Nino yang diarahkan untuk mengantisipasi perubahan iklim seperti penggunaan benih biosalin yang sekarang diminati oleh petani di Banten.
"Ada rencana dari kementerian mengembangkan 200.000 hektare penggunaan varietas biosalin. Terus bagaimana kita memanajemen air, intermitten, manajemen pestisida supaya tidak menimbulkan dampak yang sangat besar terhadap predator dan kesehatan pangan, serta keseimbangan ekosistem," kata dia.