Denpasar (ANTARA) - Ketua Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Bali Gede Sedana mengatakan petani di Pulau Dewata tak mengalami kerugian signifikan sepanjang musim kemarau, lantaran mereka mengantisipasi dengan menanam komoditas lain selain padi.
“Tidak signifikan karena para petani kita saat tidak menanam padi bisa mengusahakan tanaman lain, di beberapa subak petani-petani menanam bunga, sehingga bisa mendapat penghasilan dari sana selain itu sayuran, holtikultura juga ada, jadi pengalihan komoditas,” kata dia di Denpasar, Kamis.
Sedana mengakui di musim kemarau panjang yang paling menyulitkan petani adalah ketersediaan air, masalah ini menyebabkan intensitas tanam menurun sehingga lahan untuk menanam padi terbatas.
Disana lah letak kerugian petani Bali karena tidak dapat memanfaatkan 100 persen lahannya untuk menanam padi, namun pemasukan tetap jalan lantaran respons cepat mereka dengan menanam tanaman yang cepat panen sebagai pengisi lahan.
Tak ada gagal panen sejauh ini, bahkan petani bisa menaikkan harga gabahnya, namun ketika gabah menjadi beras dan masuk ke pasar, petani juga harus membeli dengan harga tinggi.
Terkait peralihan komoditas, Ketua HKTI Bali itu menyampaikan para petani beralih ke tanaman mudah panen yang tidak memerlukan banyak air, jadi setiap 3-5 minggu mereka bisa memperoleh hasil.
Baca juga: HKTI Bali imbau petani kurangi pupuk kimia
“Ada sayur, jadi beberapa daerah misalnya di Tabanan banyak mereka menanam sayuran dan itu tanaman berumur pendek, ada kacang, pokcoy, bayam cabut yang umurnya 3 minggu, kangkung itu setiap hari bisa panen. Sebenarnya bukan karena cuaca yang panas, tetapi mereka sudah mencoba untuk melakukan diversifikasi tanaman, mereka tetap menanam padi tapi tidak di seluruh arealnya,” jelas Sedana.
Kondisi musim kemarau justru menurutnya lebih baik daripada musim hujan, karena risiko gagal panen akan lebih tinggi, bahkan diprediksi 10-15 persen dari petani padi mengalami gagal panen nanti.
Dari pengalaman HKTI Bali, yang harus diwaspadai ketika musim hujan adalah kerusakan jaringan irigasi, pada momen ini petani memiliki pekerjaan tambahan yaitu memperbaiki saluran air.
Selanjutnya, ketika musim hujan sawah akan kekurangan sinar matahari ditambah angin kencang yang berpotensi merubuhkan tanaman, sehingga produksinya tidak maksimal.
“Apalagi kalau misalnya terjadi banjir, nah itu juga gagal panen. Risikonya di musim hujan jauh lebih tinggi dibandingkan musim kemarau karena kalau musim kemarau petani sudah bisa memperhitungkan ternyata tidak ada air jadi jangan menanam padi,” tutur Sedana.
Baca juga: Wagub Bali minta HKTI fokus penuhi kebutuhan pangan