Denpasar (Antara Bali) - Hari Boedihartono, pemilik "show room" mobil Mercedes Benz di Kuta, Bali, yang diduga kuat terlibat jaringan mafia hukum, dilaporkan ke Satgas Antimafia Hukum di Jakarta.
Hari Boedihartono yang juga "boss" PT Hartono Raya Motor itu dilaporkan oleh sejumlah pengacara yang tergabung dalam Lembaga Advokasi dan Bantuan Hukum Indonesia (LABHI) Bali.
"Kami yang melaporkan Hari Boedihartono ke Satgas Antimafia Hukum, setelah ditemukan petunjuk bahwa yang bersangkutan merupakan jaringan dari mafia hukum," kata I Made Suardana, pengacara LABHI Bali kepada wartawan di Denpasar, Rabu.
Ia menyebutkan, dugaan bahwa Hari Boedihartono sebagai mafia hukum semakin menguat setelah pihaknya menangani perkara I Gusti Ngurah Oka, SH, MHum, seorang mantan notaris yang menjadi korban kriminalisasi hukum.
Suardana menjelaskan, kasus yang membelit Ngurah Oka berawal pada 2 November 2005, ketika Rachmat Agung Leonardi dan Hari Boedihartono mendatangi Ngurah Oka untuk dibuatkan akta perjanjian pengurus Hotel White Rose, Kuta, dengan akta notaris Nomor 02 tahun 2005.
Selanjutnya, kata dia, pada tanggal 8 November 2005 atas kesepakatan Rachmat dan Boedihartono, dibuatkan akta perubahan atas akta No.02 tersebut menjadi akta No.03 tahun 2005.
Ternyata dalam perkembangan, kedua orang tersebut berselisih pendapat terutama tentang "due diligence" berkaitan dengan hak dan kewajiban masing-masing pihak. Kasus ini akhirnya masuk gugatan perdata No. 432/Pdt.G/2008/PN Denpasar, di mana Rachmat Agung Leonardi sebagai penggugat.
Begitu juga Boedihartono sebagai tergugat juga tak mau kalah dan balik melaporkan Rachmat Agung Leonardi ke Mabes Polri dalam kasus penipuan dan penggelapan seperti diatur dalam pasal 372 jo 378 KUHP. Kasus ini sedang dalam proses, ucapnya.
Tidak hanya itu, kata Suardana, belakangan Boedihartono malah melaporkan I Gusti Ngurah Oka ke Polda Bali dalam kasus membuat surat palsu sesuai laporan polisi No. Pol.LP/403/IX/2009 tertanggal 8 September 2009.
"Ini tidak masuk akal. Dan anehnya lagi, baru diperiksa sebagai saksi, klien kami sudah ditetapkan sebagai tersangka," kata Suardana.
Tidak lama berselang, pihak Kejati Bali melalui Jaksa Penuntut Umum I Nyoman Sucitrawan SH dan Abraham Cholis SH, mengeluarkan penetapan bahwa berkas perkara Ngurah Oka telah P-21, yakni berkas lengkap tanpa perlu ada petunjuk tambahan, dan bahkan langsung dilimpahkan ke pengadilan pada 11 Januari 2010.
Suardana menduga proses perkara kliennya ketika di tangan penyidik hingga Kejati Bali penuh dengan permainan ekstra legal (di luar hukum), untuk memenuhi hasrat pihak-pihak tertentu yang ingin mengelola Hotel White Rose.
"Saya heran, yang berselisih kan Rachmat Agung Leonardi dengan Boedihartono. Tetapi, kenapa klien kami yang dipidanakan ?," ucapnya dengan nada keheranan.
Padahal, kata dia, untuk memeriksa Ngurah Oka, tidak boleh dilakukan semena-mena, sebab apa yang disangkakan adalah berkaitan dengan akta yang dibuat, karena jabatannya waktu itu sebagai notaris.
"Artinya, untuk memeriksa seorang notaris, harus mendapat izin dari majelis notaris. Saya menduga kasus ini sarat mafia hukum," kata Suardana yang didampingi Gede Widiatmika SH.
Menyimak adanya kesjumlah kejanggalan dari kasus tersebut, lanjut Suardana, pihaknya akhirnya memutuskan untuk melaporkan Hari Boedihartono ke Satgas Antimafia Hukum di Jakarta, dengan surat bernomor 03/LABHI-Bali/Advokat/I/2010, tertanggal 12 Januari 2010.
"Kami minta Satgas Antimafia Hukum segera memeriksa Boedihartono yang diduga kuat bagian dari jaringan mafia hukum," ujarnya.
Dijelaskan bahwa pihaknya juga memohon perlindungan hukum sehubungan munculnya kriminalisasi notaris kepada Kapolda Bali, Kajati Bali dan Ketua Pengadilan Negeri Denpasar.
"Surat bernomor 01/LABHI-Bali/Advokat/I/2010 perihal mohon perlindungan atas kriminalisasi notaris, sudah kami kirimkan ke institusi tersebut," kata pria asal Kabupaten Gianyar ini.
Suardana juga menduga, jika majelis hakim nantinya memvonis Ngurah Oka bersalah, maka Boedihartono akan menggunakan putusan hakim itu sebagai dasar untuk merebut Hotel White Rose.
"Cara-cara kriminalisasi notaris seperti ini yang kami duga sebagai bagian dari mafia hukum," kata Suardana. (*)