Denpasar (ANTARA) - Sejumlah fraksi di DPRD Provinsi Bali mendorong pemerintah provinsi setempat dapat memacu atau memotivasi Pemerintah Kabupaten dan pemerintah Kota se-Bali untuk segera mewujudkan Kabupaten dan Kota Layak Anak yang pada akhirnya dapat mewujudkan Bali sebagai Provinsi Layak Anak.
"Upaya tersebut dapat bersinergi dengan memotivasi dan mengadvokasi desa-desa adat di Bali," kata anggota Fraksi Partai Golkar DPRD Bali I Made Suardana dalam Sidang Paripurna DPRD Bali di Denpasar, Senin.
Suardana menyampaikan hal tersebut saat membacakan Pandangan Umum Fraksi Partai Golkar terhadap Ranperda Provinsi Bali tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.
"Perda No 4 Tahun 2019 tentang Desa Adat memberi ruang inovasi bagi terwujudnya perarem (aturan) di desa-desa adat. Keberadaan 1.493 desa adat di Bali perlu didorong untuk mewujudkan perarem dengan sinergi kelembagaan Majelis Desa Adat (MDA), Dinas Sosial, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (P3A) Provinsi Bali dan KPAD Bali," ucapnya.
Fraksi Partai Golkar berpandangan rata-rata desa di Bali kurang peduli dengan permasalahan anak. Oleh karena itu ia mendorong adanya kajian penggunaan Dana Desa tidak hanya digunakan untuk pembangunan fisik, tetapi juga untuk melaksanakan program perlindungan anak guna meningkatkan kualitas sumber daya manusia generasi penerus Bali.
Baca juga: Pemilihan duta anak, upaya Pemkab Badung jadi kabupaten layak anak
"Saat ini semakin meningkat kasus pembuangan bayi, kekerasan terhadap anak, baik kekerasan seksual maupun eksploitasi anak serta kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), anak-anak usia sekolah menjadi korban kekerasan seksual oleh ayah, kakek, atau kerabat dekat, serta anak-anak yang 'dijual' melalui aplikasi digital yang berimbas pada kondisi fisik dan mental anak," ujarnya.
Atas kondisi tersebut, dibutuhkan respons dan penanganan cepat berupa advokasi dan pendampingan untuk menyelamatkan generasi penerus itu dari keterpurukan.
"Kami Fraksi Partai Golkar mendorong dan mendukung Pemerintah Provinsi Bali mengembangkan atau mengoptimalkan peran “rumah aman” atau shelter bagi anak-anak korban kekerasan," ucapnya.
Untuk itu, dibutuhkan kajian komprehensif pengembangan dan optimalisasi "rumah aman" dengan sumber daya pendukung sperti psikolog, tenaga konseling, pengamanan baik satpam maupun dukungan Satpol PP, serta dukungan kerja sama dengan pihak rumah sakit.
Terkait semua itu dibutuhkan dukungan anggaran Pemprov yang memadai, termasuk mendorong kabupaten/kota mengalokasikan anggaran untuk hal-hal tersebut.
Baca juga: Karangasem raih penghargaan Kabupaten Layak Anak Peringkat Madya Tahun 2021
Sementara itu Fraksi Nasdem, PSI, dan Hanura DPRD Bali berharap upaya perlindungan anak ini tidak dilakukan sporadis. Perlindungan terhadap anak diharapkan tidak dilakukan setelah munculnya sebuah kasus, atau viralnya sebuah peristiwa.
"Sebaik-baiknya adalah memberikan perlindungan terhadap anak sebelum terjadi sebuah peristiwa," kata Grace Anastasia Surya Widjaja membacakan pandangan Fraksi Nasdem, PSI, dan Hanura DPRD Bali itu.
Selain itu pihaknya melihat ada sejumlah kelemahan diantaranya kasus-kasus anak berhadapan dengan hukum ataupun anak berkonflik dengan hukum marak terjadi.
"Mulai dari kekerasan terhadap anak, termasuk kekerasan secara seksual oleh orang dekat, ataupun kasus dimana anak menjadi pelaku atau berkonflik dengan hukum," ujar Grace.
Fraksi PDI Perjuangan DPRD Bali mendorong dan menyetujui Ranperda tersebut sebagai regulasi daerah yang berfungsi responsif, progresif, dan implementatif serta bernas untuk memberikan perlindungan kepada anak terhadap pemenuhan hak-haknya sebagai hak asasi manusia.
"Dengan demkian Provinsi Bali diharapkan menjadi Daerah Provinsi Layak dan Ramah Anak," kata Ketua Fraksi PDI Perjuangan DPRD Bali Dewa Made Mahayadnya.