Denpasar (ANTARA) -
Penyidik Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bali mengungkap peran Rektor Universitas Udayana Bali Prof. I Nyoman Gde Antara dalam kasus dugaan korupsi dana sumbangan pengembangan institusi (SPI) sehingga yang bersangkutan sebagai tersangka.
"IGNA berperan dan menjabat sebagai Ketua Panitia Penerimaan Mahasiswa Baru Jalur Mandiri Tahun 2018—2022," kata Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Bali Agus Eko Purnomo saat mengadakan konferensi pers di halaman Gedung Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi Bali, Denpasar, Senin.
Berdasarkan pemeriksaan alat bukti, keterangan saksi dan hasil audit, rektor Universitas Udayana Gde Antara tersebut, kata Eko, ada dugaan merugikan negara sebesar Rp105,39 miliar dan Rp3,94 miliar.
Menjawab terkait dengan kerugian negara yang membengkak dari sebelumnya berjumlah Rp3,9 miliar, Eko menjelaskan bahwa jumlah kerugian negara sebesar itu merupakan hasil audit dari auditor saat penyidikan berlangsung.
"Sebesar Rp105 miliar itu kami temukan dalam penyidikan. Kemarin 'kan pasal pertama yang kami sangkakan kan Pasal 12 huruf e. Itu yang kerugiannya Rp3,9 miliar," ujarnya.
Setelah pihaknya melakukan pendalaman, pemeriksaan dengan alat bukti, dan audit dari auditor, ada juga penerimaan lain yang besarnya tidak sesuai dengan peraturan.
"Kami temukan tidak hanya Pasal 12 huruf e, Pasal 2, dan Pasal 3 ayat (1) pun sudah kami temukan. Jadi, ada penambahan pasal, penambahan kerugian, dan penambahan tersangka," kata dia.
Eko Purnomo mengatakan bahwa penyidik Kejati Bali menemukan modus dari perbuatan tersangka adalah dengan memungut uang pangkal tanpa memiliki dasar.
"Jadi, ini memang kasusnya unik. Seolah-olah resmi, tetapi tak ada aturan. Kami temukan beberapa peraturan yang tidak dibuat oleh yang bersangkutan. Ada peraturan-peraturan yang seharusnya ada dan dibuat untuk dipedomani, ternyata enggak dibuat," kata Eko.
Eko mengatakan bahwa penyidik Kejati Bali sedang melakukan pemeriksaan terhadap Prof. Antara dan tidak menutup kemungkinan pasal yang disangkakan akan bertambah seiring dengan perkembangan penyidikan. Apalagi, saat ini penyidik tengah mendalami dokumen dan alat bukti elektronik terkait dengan dugaan keterlibatan orang nomor satu di Universitas Udayana tersebut.
"Sudah kami lakukan digital forensik. 'Kan ketemu juga di situ. Nanti, tidak tertutup kemungkinan Pasal 5 dan Pasal 11 juga ada di situ. Apakah ada TPPU? Sementara didalami, kami sudah koordinasi dengan PPATK," kata Eko.