Denpasar (ANTARA) - Jaringan Jurnalis Peduli Sampah (J2PS) mendesak produsen sampah plastik dan styrofoam segera membuat program nyata untuk penanganan sampah plastik dan tidak hanya mengambil keuntungan dari Pulau Bali.
"Program penanganan sampah plastik wajib segera diwujudkan karena sampah plastik kemasan sudah semakin parah menjadi masalah bagi lingkungan di Pulau Dewata," kata Ketua J2PS Agustinus Apollonaris KD dalam keterangan tertulis di Denpasar, Kamis.
Menurut Agustinus, tindakan nyata dari produsen sangat mendesak. Hal ini menindaklanjuti hasil audit Sungawi Watch terkait kondisi sungai di Bali.
Hasilnya, produk dari produsen air dalam kemasan (ADMK) mendominasi pencemaran di sungai-sungai yang ada di Bali, juga styrofoam dan plastik turut berkontribusi untuk pencemaran di sungai dan laut.
"Kondisi ini tidak bisa didiamkan terus menerus tanpa ada tanggung jawab dari produsen dan perusahaan," tegasnya sembari mengharapkan produsen kemasan plastik tidak lagi menjadikan cuaca dan musim menjadi penyebab membanjirnya sampah di pesisir Bali.
Baca juga: Pet Waste Station kurangi sampah plastik di Pantai Berawa
Produsen, lanjut dia, harus segera melakukan sesuatu yang nyata melalui CSR (corporate social responsibility) dan EPR (Extended Producers Responsibility) perusahaan karena sampah di Bali sudah darurat kondisinya.
"Masak sudah puluhan tahun meraup untung dari penjualan dan sekarang belum juga membuat program nyata?" katanya mengingatkan.
Perusahaan wajib bertanggung jawab jika tidak ingin dianggap lalai terhadap kerusakan lingkungan di pusat destinasi pariwisata Indonesia ini.
Agustinus menegaskan tidak bisa lagi perusahaan hanya mengeruk keuntungan dari penjualan produk-produk mereka tanpa ikut tanggung jawab akan sampah yang dihasilkan.
"Produsen wajib mengelola kemasan dan/atau barang yang diproduksi yang tidak dapat atau sulit terurai oleh proses alam. Caranya menjalankan Permen 75 tahun 2019 tentang Peta Jalan Pengurangan Sampah oleh Produsen dengan mengatur pengurangan sampah produsen dari 2020-2029," ujarnya.
Baca juga: Komunitas di Bali pasang penjaring sampah dari sungai ke laut
Menurut dia, regulasi tentang pengelolaan sampah telah diatur dalam UU No 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, Peraturan Pemerintah No 27 tahun 2020 tentang Pengelolaan Sampah Spesifik, Permen 75 Tahun 2019 tentang Peta Jalan Pengurangan Sampah Oleh Produsen.
Sementara di Bali regulasi yang mengatur tentang sampah sudah diatur yakni Perda No 5 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Sampah dan Pergub No 97 Tahun 2018 tentang Pembatasan Timbulan Sampah Plastik Sekali Pakai.
Selain itu Pergub 47 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Sampah Berbasis Sumber dan SK Gubernur Bali No 381/03-P/HK/2021 Tahun 2021 tentang Pedoman Pengelolaan Sampah Berbasis Desa/Kelurahan dan Desa Adat.
"Sesungguhnya produsen sesuai amanat UU 18 Tahun 2008 punya tanggung jawab yang diperluas yakni Extended Producers Responsibility (EPR). Tanggung jawab ini melampui tanggung jawab CSR (corporate social responsibility). EPR secara umum digambarkan sebagai kebijakan pencegahan polusi," ujarnya.
EPR merupakan mekanisme atau kebijakan di mana produsen diminta bertanggung jawab terhadap produk yang dibuat atau dijual (beserta kemasan yang bersangkutan) saat produk atau material tersebut menjadi sampah.
Dengan kata lain, produsen menanggung biaya mengumpulkan, memindahkan, mendaur ulang, dan membuang produk atau material di penghujung siklus hidup barang tersebut.
"Produsen jangan memikirkan keuntungan semata, tapi menyisihkan EPR sesuai mandatory pasal 15 UU 18/2008 yang mengamanatkan, produsen wajib mengelola kemasan dan/atau barang yang diproduksinya yang tidak dapat atau sulit terurai oleh proses alam," ujarnya.
Selain itu, Permen LHK tersebut juga menargetkan tidak digunakannya lagi secara nasional beberapa jenis plastik sekali pakai buang pada 1 Januari 2030.
Permen LHK No. P.75/2019 tersebut merupakan “CaraIndonesia” (Indonesian Way) dalam upaya mengatasi persoalan sampah plastik yang juga menjadi persoalan global saat ini.
"Saat ini masih banyak produsen yang belum menjalankan road map tersebut. Dari ribuan produsen di tanah air, sampai dengan tahun 2022, baru 25 produsen yang menunjukan keseriusan dengan mengirimkan dokumen perencanaan pelaksanaan peta jalan pengurangan sampah 2020-2029 ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK)," katanya.