Jakarta (Antara Bali) - Kepala Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) R Priyono membantah BP Migas agen liberal dalam pengelolaan migas di Indonesia.
"Kalau dikatakan liberal dari sisi apa? Harga gas dan harganya yang menentukan pemerintah," kata Kepala Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) R Priyono di Jakarta, Selasa.
Dia mengatakan, setahun sekali BP Migas datang ke DPR untuk menentukan lifting minyak dan diawasi instansi pemerintah seperi BPKP, Kementerian Keuangan. Hal itu menurut dia, menandakan BP Migas bergerak dan menjalankan tugasnya sesuai dengan koridor yang telah ditetapkan pemerintah.
"Bp Migas bukan badan independen yang tidak bisa disentuh DPR atau aparat pemerintah. Kami sangat dependen, Kepala BP Migas kedudukannya dipilih DPR dan dilantik presiden," ujarnya.
R Priyono juga membantah BP Migas melakukan inefisiensi dalam kinerjanya karena selama kerja badan itu tiga tahun menunjukan hasil yang memuaskan. Hal itu menurut dia ditunjukan dengan pemberian predikat Wajar Tanpa Pengecualian yang diberikan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sebagian permohonan tokoh intelektual muslim atas gugatan UU 22/2001 tentang Migas. Dalam putusan tersebut, MK menyatakan Badan Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas (BP Migas) bertentangan dengan UUD 1945.
"Mengabulkan sebagian permohonan pemohon," kata Ketua MK, Mahfud MD dalam sidang terbuka untuk umum di Gedung MK, di Jakarta, Selasa (13/11).
MK membatalkan pasal 1 angka 23 dan pasal 4 ayat, pasal 41 ayat 2, pasal 44, pasal 45, pasal 48, pasal 59 huruf a dan pasal 61 dan pasal 63 UU Migas bertentagan dengan UU 1945. Pasal itu yang menyatakan bahwa pengelolaan migas ini diserahkan ke BP Migas yang merupakan wakil dari pemerintah. "BP Migas inkonstitusional dan MK berhak memutus sesuatu yang tidak konstitusional," kata Mahfud.
Dalam masa transisi dengan hilangnya BP Migas, MK memerintahkan Pemerintah dan Kementerian terkait memegang kendali hingga terbentuknya organ baru.
Undang-Undang Migas digugat ke MK oleh Ketum PP Muhammadiyah Din Syamsudddin, mantan Ketua Umum PBNU Hasyim Muzadi, Ketua MUI Amidhan, mantan Menakertrans Fahmi Idris dan politisi muslim Ali Mochtar Ngabalin. Selain itu, ikut menggugat pula sebanyak 12 ormas Islam.
Mereka menggugat UU 22/2001 tentang Migas. Mereka menilai UU Migas pro asing dan meruntuhkan kedaulatan bangsa. (*/DWA/T007)
BP Migas Bantah Sebagai Agen Liberal
Selasa, 13 November 2012 20:19 WIB