Yogyakarta (Antara Bali) - Pendidikan di Indonesia masih pragmatik, karena mengejar kebutuhan sesaat seperti nilai ujian nasional, kata khatib Imam Robandi.
"Kita sudah mendeklarasikan memasuki abad pendidikan karakter, tetapi hal-hal yang pragmatik seperti pengejaran nilai ujian nasional (UN) telah dijadikan 'rukun iman' oleh sebagian komponen bangsa," katanya dalam khutbah shalat Idul Adha 1433 Hijriyah di Alun-alun Utara Yogyakarta, Jumat.
Menurut dia, hampir sebagian besar lapisan masyarakat menggelontorkan energinya untuk memperoleh nilai UN setinggi-tingginya, sedangkan nilai-nilai kehidupan seperti bersopan santun, bekerja keras, menghormati orang tua, menghargai orang lain, dan menjalankan ibadah tepat waktu belum dianggap sebagai variabel pendidikan.
"Kondisi itu memunculkan teori baru bahwa sekolah yang sukses adalah sekolah yang nilai UN-nya rata-rata mendekati sepuluh," kata Guru Besar Bidang Rekayasa Energi Listrik Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya itu.
Ia mengatakan, sekolah-sekolah yang menghasilkan anak didik berkarakter yang senang bekerja tepat waktu, beretos tinggi, menghormati orang tua dan guru, menyayangi teman, peduli terhadap alam sekitar, dapat bekerja sama dengan baik, berkreativitas, dan rajin beribadah masih dianggap sekolah yang belum berhasil.
"Anak yang memperoleh nilai UN tinggi lebih dihargai daripada anak yang berakhlak mulia dan kreatif tetapi nilai UN-nya tidak sepuluh," katanya.(*/T007)
Nilai Kehidupan Dikalahkan Hasil Ujian
Jumat, 26 Oktober 2012 17:22 WIB