Denpasar (ANTARA) - Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Bali menyepakati substansi dalam muatan prinsip mengenai Raperda Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Bali Tahun 2022-2042.
Koordinator Pembahas DPRD Provinsi Bali mengenai Raperda RTRWP Bali Tahun 2022-2042 AA Ngurah Adhi Ardhana dalam Sidang Paripurna DPRD Bali di Denpasar, Senin, menyampaikan kesepakatan itu diambil setelah melakukan pembahasan mendalam.
"Pembahasan yang mendalam terhadap dokumen Raperda RTRWP Bali Tahun 2022-2042, beberapa kali rapat kerja dan rapat gabungan, mendengar aspirasi masyarakat, dan mendengar pandangan fraksi-fraksi," ujarnya.
Selain itu diperkuat dengan mendengar jawaban Gubernur Bali atas pandangan umum fraksi-fraksi dan konsultasi ke Kementerian ATR/ BPN serta mengikuti pembahasan lintas sektor.
"Maka kami dapat menyepakati substansi dalam muatan prinsip, yang dituangkan dalam bentuk berita acara kesepakatan substansi antara Gubernur dan DPRD Provinsi Bali, untuk dilanjutkan dengan proses serta tahap-tahap berikutnya," ucapnya.
Baca juga: Wagub Bali jawab pandangan fraksi DPRD soal Raperda RTRW dan proyek LNG
Bandara Bali Utara
Adhi Ardhana pun mengemukakan sejumlah kesepakatan substansi antara Gubernur dan DPRD yang sudah dapat dipahami dan dapat disepakati dengan beberapa muatan prinsip dan akan dibahas lebih lanjut, antara lain, penyepakatan penyesuaian fungsi kawasan dari kawasan pemanfaatan umum menjadi kawasan konservasi terkait Rencana Tata Ruang Kawasan Sarbagita.
Kemudian penyepakatan lokasi Bandar Udara Bali Utara. Dalam jawaban Gubernur atas pandangan umum fraksi-fraksi disampaikan bahwa Rencana Lokasi Bandar Udara Bali Utara berdasarkan Surat Menteri ATR/ Ka.BPN Nomor PF.01/ 08-200/ I/ 2021 tanggal 15 Januari 2021 di Desa Sumberklampok, Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng.
"Kami berpendapat bahwa penetapan lokasi yang definitif tetap diperlukan karena akan memengaruhi hal penting yakni struktur ruang dan pola ruang, serta penataan kawasan dan wilayah, di dalam dokumen RTRWP Bali. Walaupun kewenangan penetapan lokasi nantinya tetap oleh Kementerian Perhubungan," ujarnya.
Selanjutnya penyepakatan status, fungsi pelabuhan beserta alur pelayaran. "Terhadap hal ini pun kami berpendapat sepakat untuk dibahas lebih lanjut sekaligus review terhadap RIPN," ujarnya.
Adhi Ardhana mengatakan selama ini potensi ruang perairan di Bali hanya digali bidang perikanannya, belum optimal potensi kelautan, termasuk alur pelayaran, pelabuhan, dan lain-lain.
Baca juga: Pemprov Bali Ajukan Ranperda Zonasi
LNG
Kemudian penyepakatan terminal khusus LNG beserta kelengkapannya dalam rangka Bali Mandiri Energi (usulan Perumda dan PLN).
"Mengenai terminal khusus ini untuk tetap dapat dikomunikasikan dengan duduk bersama antara stakeholder yang terlibat, dalam suatu rapat/pertemuan yang difasilitasi oleh Pemerintah Kota Denpasar," katanya.
Selain itu, juga memperhatikan peta kawasan rawan bencana tsunami, banjir, likuifaksi (pelembekan tanah/soil liquefaction), dan sebagainya.
DPRD Bali juga memahami bahwa LNG adalah salah satu bentuk sumber energi bersih yang relatif ramah lingkungan dan diperlukan sebagai pilihan untuk mengatasi kebutuhan 2 kali 100 MW pembangkit listrik PLN di Sanggaran-Denpasar.
"Intinya, sebaiknya dikembangkan dengan konsep pengembangan kawasan yang terintegrasi, yang menjadikan pariwisata dan kelestarian lingkungan seperti hutan bakau (mangrove), terumbu karang (coral reef) dan ekosistem lainnya, sebagai faktor-faktor yang diutamakan," ujarnya.
Atau dengan kata lain, secara tegas dan jelas dinyatakan bahwa tidak boleh ada hutan bakau yang ditebang, terumbu karang yang dikorbankan, atau terganggu keberadaannya.
Dalam Sidang Paripurna DPRD Provinsi Bali itu juga dihadiri Gubernur Bali Wayan Koster, Wagub Bali Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati, Ketua DPRD Bali I Nyoman Adi Wiryatama, beserta anggota DPRD Bali, dan pimpinan OPD Pemprov Bali.