Badung (ANTARA) - Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komjen Pol. Boy Rafli Amar menyampaikan peran aktif masyarakat itu merupakan kekuatan utama dari aktor nonnegara (non-state actor) dalam mencegah tersebarnya sikap intoleransi, paham radikal, dan terorisme.
Oleh karena itu, BNPT pada berbagai kesempatan fokus memperkuat kolaborasi bersama kelompok masyarakat sipil demi mencegah tumbuhnya paham radikal yang dapat berujung pada aksi teror, apalagi menjelang agenda KTT G20 di Bali.
"Kami fokus membangkitkan peran civil society (masyarakat, red.) untuk bisa bangkit menjadi kekuatan utama non-state actor," kata Kepala BNPT selepas memimpin acara deklarasi kesiapsiagaan nasional terhadap ancaman terorisme di Badung, Bali, Rabu.
Ia lanjut menyampaikan peran masyarakat menjadi makin penting mendekati acara puncak G20, yaitu konferensi tingkat tinggi (leaders’ summit) yang bakal berlangsung di Bali pada 15–16 November.
Baca juga: Kodam IX/Udayana adakan simulasi penanggulangan teror jelang KTT G20 di Bali (video)
Menurut Boy, pencegahan terhadap ancaman teror dimulai dari membangun kewaspadaan di tingkat masyarakat.
"Kewaspadaan itu tidak hanya milik aparatur negara, pemerintah saja, tetapi kewaspadaan itu juga menjadi milik masyarakat," kata Kepala BNPT.
Oleh karena itu, BNPT bersama sejumlah tokoh masyarakat, pemuka agama, dan mahasiswa di Badung, Rabu, mendeklarasikan kesiapsiagaan nasional terhadap ancaman terorisme.
Ada lima poin yang diserukan oleh para tokoh itu, yaitu: setia pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945; menjunjung tinggi kebinekaan; bersinergi menolak intoleransi dan radikal terorisme; mendukung kesiapsiagaan nasional dalam mengantisipasi ancaman terorisme; dan siap mewujudkan Indonesia damai.
Baca juga: BNPT tekankan toleransi guna eliminasi terorisme di daerah
"Kesiapsiagaan nasional sarana mengingatkan unsur-unsur pemerintahan, unsur-unsur dari masyarakat, tokoh agama, bahwa kekuatan bangsa Indonesia ada pada toleransi. Jika bangunan toleransi bisa dirawat, diperkuat, diperkokoh, tidak ada satu pun yang bisa menggoyahkan (Pancasila) yang telah dibentuk, didirikan leluhur bangsa," kata Komjen Pol. Boy Rafli Amar.
Terkait dengan penyelenggaraan KTT, Boy memastikan BNPT telah memetakan potensi bencana dan menyusun berbagai langkah untuk mencegah peluang itu tumbuh, apalagi berujung menjadi aksi teror.
"Kita tidak boleh underestimate (meremehkan, red.) ancaman terorisme. Tentu BNPT pada tugas bidang lainnya terus melakukan pencermatan, mapping (memetakan, red.) pergerakan kelompok-kelompok jaringan terorisme yang ada karena kita tidak ingin peristiwa-peristiwa memilukan, menyakitkan bagi kita semua terjadi lagi," kata dia.
Peristiwa memilukan yang disampaikan Kepala BNPT itu merujuk pada Bom Bali 1 pada tanggal 12 Oktober 2002 dan Bom Bali 2 pada tanggal 1 Oktober 2005.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Kepala BNPT: Masyarakat kekuatan utama cegah ancaman terorisme