Oleh I Ketut Sutika
Denpasar (Antara Bali) - Sembilan buah bangunan suci (pelinggih) Pura Dalem Sengawang, Desa Pekraman (adat) Ole, Desa Marga Dauh Puri, Kabupaten Tabanan, Bali baru saja selesai direnovasi warga setempat, menghabiskan dana ratusan juta rupiah.
Seluruh bangunan suci yang tadinya dari bahan bata merah diganti dengan bangunan baru menggunakan bahan batu hitam, bekas lahan muntahan Gunung Agung, gunung tertinggi di Bali (3.142) di atas permukaan yang terletak di Kabupaten Karangasem meletus tahun 1963,
Demikian pula sejumlah pura maupun tempat suci keluarga (merajan) sebagian besar desa adat di delapan kabupaen dan satu kota di Bali menggunakan batu hitam sebagai bahan bangunan, sehingga tampak kokoh dan angker.
Empat puluh sembilan tahun yang silam lahar panas muntahan "isi perut" Gunung Agung itu menelan ribuan korban jiwa dan mereka yang selamat harus mengungsi, tidak sanggup bertahan di sekitar Gunung Agung.
Areal persawahan di dataran rendah di wilayah Kabupaten Karangasem dan Kabupaten Klungkung, Bali timur yang tadinya subur berubah menjadi tandus dan kritis akibat "diterjang" lahar panas berupa batu, pasir, krikil dan lahar panas yang kemudian mengendap menjadi batu hitam.
Masyarakat setempat tidak sanggup bertahan hidup di lahan kritis di daerah ujung timur Pulau Bali. Mereka mengungsi ke kota Denpasar dan kabupaten lainnya di Bali. Namun sebagian besar mengikuti program transmigrasi ke berbagai tempat pemukiman baru di Indonesia yang kini umumnya cukup berhasil.
Hanya sebagian kecil yang tetap bertahan di lahan kritis hampir setengah abad yang lalu dengan mengandalkan menanam jagung dan ketela pada musim hujan sekali dalam setahun.
Kondisi demikian tidak mengherankan jika setiap musim kemarau pada tahun 1970 hingga 1980, meskipun sampai sekarang masih ada daerah kritis seperti Seraya, Kubu, Kabupaten Karngasem hidup dalam kekurangan air. terutama pada musim kemarau panjang.
Wakil Bupati Karangasem I Made Sukerana, SH melakukan kunjungan kerja ke wilayah Seraya dan Kubu untuk memastikan warganya mendapat pelayanan air bersih pada musim kemarau belakangan ini.
Dua titik lokasi yang menjadi kunjungan adalah Dusun Lodseme Seraya Tengah yang telah lama menunggu adanya jaringan air bersih perusahaan daerah air minum (PDAM) bisa masuk dengan pelayanan air kran di pinggir-pinggir jalan serta distribusi jaringan ke rumah-rumah terdekat.
Kesulitan air minum bagi masyarakat berhasil diatasi diakui Perbekel Desa Seraya I Wayan Badra, serta mengharapkan agar dapat dibantu distribusi jaringan air bersih untuk meningkatkan jangkauan kepada warga serta pembangunan jalan lingkar Pejongan -Lodseme sekitar 1,6 Km yang badan jalannya sudah dibangun swadaya.
Lahar Gunung Agung tahun 1963 itu merupakan penyebab terjadinya malapetaka, namun akhirnya membawa berkah, karena pasir, batu dan bahan material lainnya yang dimuntahkan dari perut bumi kini menjadi matadangan yang bernilai ekonomis tinggi.
Namun bahan galin golongan C seperti pasar, krikil dan batu hitam di wilayah Kabupaten Klungkung yang digali secara terus menerus selama puluhan tahun untuk memenuhi kebutuhan pembangunan di berbagai daerah Pulau Bali, kini kondisinya semakin menipis.
Bahkan Bupati Klungkung I Wayan Candra dalam mengantisipasi kerusakan lingkungan akibat penggaliaan pasir dan batu memutuskan untuk menutup pusat-pusat penggalian pasir dan batu yang selama ini menggunakan alat berat.
Namun penggalian secara tradisional, yakni hanya mengandalkan tenaga manusia masih diizinkan untuk beberapa lokasi tertentu.
Masih banyak
Sementara persediaan pasir, batu hitam dan krikil di wilayah Kabupaten Karangasem hingga kini masih tergolong cukup banyak. Selain pasir juga tersedia batu hitam keras, untuk bahan baku pembuatan patung, tempat bangunan suci (pelinggih) dan bahan pembangunan lainnya.
Pemerintah Kabupaten Karangasem lebih mengintensifkan pemungutan pajak galian C dan menghindari terjadinya kebocoran, sebagai upaya meningkatkan pendapatan asli daerah (PDA) hingga mencapai Rp60 miliar dalam setahun.
Kepala Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) Kabupaten Karangasem I Gede Adnya Mulyadi menjelaskan, pihaknya bekerja sama dengan masing-masing kecamatan melakukan pengawasan secara ketat sehingga kebocoran pemungutan galian C dapat ditekan sekecil mungkin.
Terobosan dalam meningkatkan PAD dari pajak galian C itu dipayungi dengan Peraturan Daerah (Perda), karena sebelumnya pemungutan itu banyak terjadi kebocoran.
Galian C berupa pasir, batu dan koral bekas letusan Gunung Agung tahun 1963 menjadi sumber pendapatan potensial PAD kabupaten Karangasem, Bali timur. Galian C menyumbangkan pemasukan PAD terbesar kedua setelah pajak hotel dan restoran (PHR).
Gubernur Bali Made Mangku Pastika saat memimpin gerakan penghijauan penanaman 500.000 rumpun bambu di Banjar Nangka, Desa Buana Sari, Kecamatan Bebandem, Karangasem mengintruksikan, Pemkab Karangasem meningkatkan tarif retribusi galian C menimal Rp100.000 per truk.
Dengan cara itu akan mampu menata kembali bekas lokasi galian C, sehingga tidak mewariskan kerusakan lingkungan kepada generasi mendatang. Demikian pula masing-masing desa adat yang wilayahnya setiap hari dilalui puluhan truk besar mengangkut pasir, batu dan koral juga harus kebagian retribsi dari galian C tersebut.
Besarnya dana sumbangan untuk masing-masing desa adat yang dilalui puluhan truk itu bisa diatur oleh Pemkab yang besarnya berkisar Rp5.000-Rp10.000 per truk.
Hal itu perlu dilakukan mengingat truk-truk besar pengangkut galian C menyebabkan jalan cepat rusak, sementara pasir, batu dan koral itu dijual di Denpasar dan sekitarnya dengan harga yang mahal.
"Kalau pengenaan retribusi kecil, sementara pasir, batu dan koral mereka beli di sini dengan murah, setelah di Denpasar dijual mahal sehingga mereka memperoleh keuntungan besar," ujar Gubernur Pastika.(*/ADT)
Berkah Lahar Gunung Agung Mulai Menipis
Jumat, 28 September 2012 16:14 WIB