Denpasar (ANTARA) - Dinas Kebudayaan Provinsi Bali menggelar lomba konten budaya pembuatan "boreh" sebagai salah satu upaya untuk memberikan apresiasi sekaligus membangkitkan kembali kearifan pengobatan dan ramuan tradisional Bali yang telah diwariskan para leluhur.
"Harapan kami, pengobatan tradisional Bali bisa bangkit. Masyarakat maupun pemerhati kesehatan akan kembali membuka lontar usada (pengobatan-red) Bali," kata Kabid Tradisi dan Warisan Budaya Disbud Provinsi Bali Ida Bagus Alit Suryana di Denpasar, Senin.
Alit Suryana menyampaikan hal tersebut disela-sela penilaian semifinal Pacentokan (Lomba) Konten Budaya Pembuatan Boreh serangkaian acara Jantra Tradisi Bali.
"Dulu para orang tua kita seringkali membuatkan boreh (ramuan tradisional berbahan rempah-rempah) ketika anak-anaknya sakit. Boreh telah terbukti menjadi obat tradisional yang manjur untuk meredakan sakit," ucapnya.
Namun, menurut Alit, belakangan penggunaan boreh tampak mulai ditinggalkan karena mungkin dari aromanya yang dirasa kurang enak.
"Melalui lomba ini kami juga ingin mengenalkan kepada generasi muda bahwa Bali sesungguhnya memiliki warisan pengobatan tradisional yang adiluhung. Apalagi 'nyambung' dengan kondisi pandemi COVID-19, bagaimana kita dapat menjaga kesehatan dan kebugaran tubuh," ucapnya.
Alit menambahkan, pengobatan secara medis memang tetap diperlukan, namun ketika kita menderita sakit yang ringan, tidak ada salahnya kita mengupayakan mengobati diri sendiri dengan bersumber dari lontar usada Bali.
Baca juga: Disbud Bali: Penonton pergelaran perdana PKB wajib berpakaian adat
Hal ini sejalan pula dengan amanat Perda Provinsi Bali No 4 Tahun 2020 tentang Penguatan dan Pemajuan Kebudayaan Bali. Di dalam perda itu disebutkan apresiasi terhadap budaya Bali diantaranya meliputi olahraga tradisional, permainan tradisional dan pengobatan tradisional.
Dalam lomba Pembuatan Konten Budaya Membuat Boreh itu ditentukan sejumlah kriteria seperti boreh yang dilombakan adalah ramuan tradisional yang dibuat tanpa pengawet dan dibuat secara tradisional.
Kemudian karya kreasi boreh berbasis pada tradisi lisan maupun manuskrip Bali. Peserta merupakan kelompok atau komunitas yang berdomisili di Bali. Proses pembuatan boreh direkam dalam bentuk video dan lengkap dengan narasinya.
Lomba ini dinilai oleh tiga dewan juri yakni Ir Ida Ayu Rusmarini MP, Dr Nyoman Sridana dan Ida Bagus Putra Manik Aryana SS, MSi. Para juri tersebut selain merupakan praktisi taru pramana usada Bali juga akademisi di sejumlah kampus di Bali.
Baca juga: Pesta Kesenian Bali ke-44 libatkan 16.150 seniman
Ida Ayu Rusmarini, salah satu tim juri menyampaikan aspek penilaian meliputi bahan, proses pembuatan, aroma dan kekhasan rasa, tampilan dan warna produk, manfaatnya bagi tubuh, serta peserta mampu menampilkan sumber tradisi lisan maupun manuskrip Bali.
"Bahan/material dalam pembuatan boreh termasuk proses pembuatannya harus higienis, alami dan sehat," ucap wanita yang juga peraih Kalpataru tahun 2020 itu.
Ketua Forkom Pelayanan Kesehatan Tradisional (Yankestrad) Kabupaten Gianyar itu menambahkan, selain mengirimkan video, peserta lomba yang lolos seleksi tiga besar diwajibkan untuk menyajikan produk dan mempresentasikan di hadapan juri.