Jakarta (Antara Bali) - Bali, khususnya Kota Denpasar, menjadi tempat terbesar peredaran obat tradisional atau jamu berbahaya mengandung bahan kimia obat (BKO), demikian temuan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
"Pada semester I tahun 2012 ini, empat daerah yang temuan obat tradisional mengandung bahan kimia obat adalah Denpasar, Samarinda, Surabaya dan Semarang," kata Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen BPOM T. Bahdar J. Hamid dalam jumpa pers di Jakarta, Selasa.
Di empat kota itu, menurut Bahdar, banyak berkumpul orang dari luar daerah baik dalam rangka perekonomian atau wisata, selain arus barang yang juga besar. "Di daerah-daerah ini mungkin banyak orang berkumpul dan ingin sehat, atau bisa juga obat tradisional itu dibawa oleh turis dari daerah atau negara asalnya," katanya.
Di beberapa negara, penambahan BKO dalam obat tradisional memang diperbolehkan, namun di Indonesia hal itu dilarang karena dampaknya yang berbahaya jika tidak dilakukan dengan benar.
"Ini bahaya karena tidak terukur, bahan obat kadang ditambahkan dengan ditaburkan menggunakan tangan tanpa ditimbang sehingga dosisnya tidak jelas dan obat tradisional ini juga sering digunakan (dikonsumsi) dalam jangka panjang," kata Bahdar.
Selama semester I tahun 20012, BPOM menemukan 25 item obat tradisional mengandung bahan kimia obat dan melakukan pemusnahan terhadap 41.449 bungkus obat tradisional dari item-item tersebut.
Salah satu cara mudah untuk mencurigai apakah obat tradisional itu mengandung BKO dikatakan Bahdar adalah dengan mencermati dampak yang ditimbulkan. "Jika mengalami sakit kepala dan minum obat tradisional langsung sembuh, berarti mengandung BKO. Karena obat tradisional khasiatnya tidak menyembuhkan seketika," katanya.(*/T007)