Denpasar (ANTARA) - Pemerintah Provinsi Bali memusnahkan 485 liter arak gula pasir hasil sitaan Satuan Polisi Pamong Praja setempat pada sejumlah produsen arak di Kabupaten Karangasem.
"Selain bertentangan dengan Pergub Bali No 1 Tahun 2020, arak gula pasir ini juga membahayakan kesehatan," kata Sekretaris Daerah Provinsi Bali Dewa Made Indra saat memimpin acara pemusnahan tersebut di Denpasar, Selasa.
Pemusnahan arak gula pasir bertentangan dengan Pergub Bali No 1 Tahun 2020 tentang Tata Kelola Minuman Fermentasi dan/atau Destilasi Khas Bali itu dilakukan dengan penuangan arak ke dalam lubang yang telah disiapkan.
Dewa Indra melakukan pemusnahan arak tersebut didampingi Kepala Satpol PP Provinsi Bali Dewa Nyoman Rai Dharmadi dan Kasatpol kabupaten/kota se-Bali di halaman Kantor Satpol PP Provinsi Bali.
Baca juga: Bupati siap wujudkan Karangasem sebagai sentra kapas di Bali
"Arak gula pasir ini berbahaya bagi kesehatan, merugikan citra khas arak Bali yang telah lama kita jaga sebagai warisan budaya leluhur kita. Selain itu, merugikan petani lokal yang sudah memproduksi dengan benar," ujarnya.
Oleh karena itu, Satpol PP Provinsi Bali bersama-sama dengan Satpol PP kabupaten/kota, serta instansi terkait lainnya melakukan upaya penertiban. "Karena Satpol PP Provinsi tidak setiap hari ada di lokasi produsen," ucapnya.
Terkait sanksi bagi produsen membandel, Dewa Indra menyampaikan terlebih dahulu dilakukan penertiban. Namun, jika masih membandel, akan ada sanksi tegas sebagai upaya terakhir.
Sementara itu, Kepala Satpol PP Provinsi Bali Dewa Nyoman Rai Dharmadi mengatakan tidak menutup kemungkinan upaya penertiban juga akan dilakukan di daerah lain, di luar Kecamatan Selat dan Sidemen.
"Kami berkomitmen menertibkan sampai tuntas, sampai kembali berproduksi ke bahan tradisional," ujarnya sembari berharap ada sanksi adat bagi produsen arak gula pasir tersebut.
Ia menambahkan pandemi bukan menjadi alasan mereka memproduksi arak gula pasir. Apalagi, dalam satu hari mampu memproduksi 300-500 liter per pengusaha.
"Ini sudah melebihi ambang batas, sedangkan arak berbahan tradisional hanya 30 liter per hari. Otomatis ini menjadi persaingan tidak sehat," ujarnya.
Arak gula pasir, lanjut dia, juga berbahaya kalau dikonsumsi secara terus-menerus dan dikhawatirkan dapat menyebabkan diabetes, karena produksi dari gula pasir, gula buatan, dan pemanis buatan.
Kasatpol PP Kabupaten Karangasem Ketut Arta Sedana mengatakan jumlah perajin arak di Kabupaten Karangsem sekitar 1.500 orang. Sayangnya dari jumlah itu 80 persen memproduksi arak berbahan gula pasir.
Baca juga: Bupati Karangasem kunjungi masjid jalin keharmonisan antarumat pada Ramadhan
Menurut dia, perajin memproduksi arak gula pasir karena adanya informasi global dalam membuat arak dengan cara-cara mudah, dan memanfaatkan celah Pergub No 1 Tahun 2020.
Ia menyebutkan di Desa Tri Eka Bhuana sudah keluar pararem (kesepakatan adat tertulis) yang melarang produksi arak gula pasir. "Kami hanya pemantik saja, kami harapkan juga ada kesadaran masyarakat, tokoh-tokoh, desa adat untuk membatasi," katanya.
Sementara itu, Kepala Satpol PP Kabupaten Buleleng Arya Suardana mengatakan produsen arak gula pasir langsung berhenti begitu mengetahui adanya penertiban yang intensif dilakukan Satpol PP Provinsi Bali. "Sudah tidak ada lagi. Mereka tidak berani," ujarnya.