"Selanjutnya pasti dukungan dari dunia internasional karena mereka berkomitmen memberikan bantuan kepada Indonesia agar proses transisi bisa berjalan secepatnya," kata Mamit dalam keterangannya di Jakarta, Rabu.
Mamit menjelaskan bila tanpa bantuan internasional, maka Indonesia akan kesulitan mengembangkan kendaraan listrik karena terkendala dana.
Ia pun tidak memungkiri jika transisi menuju pemanfaatan energi baru terbarukan masih memiliki banyak pekerjaan rumah. Namun, Indonesia bisa mendorong komitmen mempercepat transisi energi melalui kebijakan yang bersifat progresif melalui forum Presidensi G20.
"Indonesia mempunyai sumber energi yang cukup besar, terutama energi baru terbarukan yang sangat besar dan ini bisa kita optimalisasi,” kata Mamit.
Baca juga: Ketua MPR: Motor listrik lokal bantu percepat mobilitas bersih
Saat ini, Indonesia masih mengandalkan pembangkit listrik tenaga uap sekitar 65 sampai 70 persen dari sumber energinya, sehingga pemerintah perlu memikirkan secara dini upaya mengurangi ketergantungan terhadap energi fosil.
Mamit menyampaikan bahwa Presidensi G20 bisa menjadi momentum untuk Indonesia mendapatkan dukungan pendanaan agar memperlancar rencana pemanfaatan energi baru terbarukan.
"Kita harus optimistis karena kebijakan pemerintah terkait energi baru terbarukan sangat masif, dengan kebijakan-kebijakan yang mengarah ke energi hijau saat ini. Begitu juga sedang digodok rancangan undang-undang energi baru terbarukan di mana ini pastinya akan memberikan kepastian hukum bagi investor untuk investasi energi baru terbarukan ke Indonesia,” jelasnya.
Saat ini, para pemangku kepentingan sedang mengakselerasi pencapaian target bauran nasional pada tahun 2025. Bauran nasional itu terdiri dari energi baru terbarukan sebesar 23 persen, gas bumi sebesar 22 persen, minyak bumi sebesar 25 persen, dan batu bara sebesar 30 persen.
Baca juga: PLN operasikan 104 Unit SPKLU di 38 kota dukung Kendaraan Listrik dan G20
Pada 2020, angka bauran energi baru terbarukan tercapai sebesar 11,20 persen, gas bumi sebesar 19,16 persen, minyak bumi sebesar 31,60 persen, dan batu bara sebesar 38,04 persen.
Sebelumnya, Kementerian Perindustrian telah menyatakan menyiapkan strategi untuk menjadi pemain utama industri kendaraan listrik global dengan menetapkan peta jalan pengembangan kendaraan listrik di Indonesia yang tertuang dalam Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 27 Tahun 2020.
Pemerintah juga menargetkan dapat mengembangkan industri komponen utama kendaraan listrik mulai dari baterai, motor listrik, dan inverter.
"Permintaan kendaraan listrik diperkirakan mencapai 55 juta unit pada 2040. Kondisi ini diyakini turut mendorong kebutuhan akan komponen utama kendaraan listrik," pungkas Mamit.