Jakarta (ANTARA) - Ketua Pusat Studi Migrasi Migrant Care Anis Hidayah berharap pemerintah terus melakukan penguatan terhadap hak perempuan terlebih Indonesia saat ini memegang keketuaan dalam Presidensi G20 2022.
“Saat inilah momennya. Presidensi G20 yang berlangsung di Indonesia ini harus menjadi sejarah bagi kemajuan hak perempuan,” katanya saat dihubungi, Selasa.
Secara khusus Anis menyoroti hak perempuan pekerja migran yang dikatakannya harus menjadi perhatian bersama secara global karena mereka termasuk dalam kalangan rentan.
“Perempuan pekerja migran yang ke luar negeri rentan mengalami kekerasan berbasis gender sejak akan berangkat, selama bekerja dan ketika pulang. Dan ini harus menjadi perhatian bersama dunia,” ujar dia.
Anis menuturkan, negara memiliki kewenangan dan berperan dalam mengurangi kerentanan tersebut, misalnya dengan perwujudan tata kelola migrasi yang adil gender.
“Dalam rangka mewujudkannya diperlukan pemahaman dan kesepakatan bersama negara-negara di dunia, khususnya negara yang tergabung dalam G20 ini,” katanya.
Baca juga: W20, Indonesia bangun sinergi pemberdayaan UMKM bagi perempuan berkebutuhan khusus
Perjuangan penguatan hak perempuan di dalam negeri, kata Anis, juga masih terus harus dilakukan. Karena itu, dirinya sangat berharap Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) segera disahkan.
Menurut dia, RUU tersebut menjadi sangat penting bagi kaum perempuan agar tidak lagi menjadi korban kekerasan seksual.
“Ini yang harus disuarakan dan menjadi kesepakatan bersama di seluruh negara. Karena perempuan juga memilik hak yang sama untuk bebas dari diskriminasi,” katanya menegaskan.
Survei Nasional Pengalaman Hidup Perempuan Nasional (SNPHPN) Tahun 2021 mencatat, sebanyak satu dari empat perempuan usia 15 hingga 64 tahun mengalami kekerasan fisik dan atau seksual oleh pasangan atau selain pasangan. Selain itu juga terdapat empat dari 10 anak perempuan usia 13-17 tahun pernah mengalami satu jenis atau lebih kekerasan selama hidupnya.
Anis pun berharap agar angka ini dapat diperkecil jumlahnya tiap tahun. Peran pemerintah memperjuangkan hak perempuan pun menjadi sangat penting dalam rangka mewujudkannya.
“Pengesahan RUU TPKS ini menjadi sangat penting untuk memperkuat kedudukan perempuan,” ujar dia.
Sementara itu, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Bintang Puspayoga mengatakan sembari menunggu RUU TPKS disahkan, korban bisa terlindungi oleh beberapa payung hukum, di antaranya Keputusan Menteri Ketenagakerjaan tentang Pencegahan dan Perlindungan dari Kekerasan Seksual di Tempat Kerja.
Baca juga: Konjen AS Surabaya ajak patahkan Bias terhadap Perempuan dan tegaskan kesetaraan gender
Bintang berharap Keputusan Menteri Ketenagakerjaan tersebut dapat digunakan sebagai acuan bagi para pemangku kepentingan dalam mewujudkan salah satu arahan Presiden sebagai prioritas pembangunan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak 2020-2024, yaitu penurunan kekerasan terhadap perempuan dan anak.
Keputusan Menaker tersebut untuk memperkuat implementasi Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor SE.03/MEN/IV/2011 tentang pedoman pencegahan pelecehan seksual di tempat kerja.
Berdasarkan data Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (SIMFONI PPA), terdapat 877 kasus kekerasan yang terjadi di tempat kerja dengan 921 korban perempuan dewasa pada 2017-2021 (data berdasarkan tahun input, data ditarik 17 Januari 2022).
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) juga telah menerbitkan beberapa peraturan terkait pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di tempat kerja, di antaranya Peraturan Menteri PPPA Nomor 5 tahun 2015 tentang penyediaan sarana kerja yang responsif gender, peduli anak di tempat kerja, dan peraturan Menteri PPPA Nomor 1 tahun 2020 tentang penyediaan rumah perlindungan pekerja perempuan (RP3) di tempat kerja.
Migrant Care harapkan Keketuaan G20 Indonesia dorong kesetaraan gender
Rabu, 9 Maret 2022 9:11 WIB