"Bahwa para terdakwa telah mengakui kesalahannya dan meminta maaf telah mengambil kebijakan untuk tidak menyetorkan uang hasil penjualan air tangki seutuhnya sejak Mei 2018 sampai September 2019, dengan alasan menggunakan uang itu untuk pembayaran tagihan para pelanggan water meter yang tidak mendapatkan air," kata JPU Darmawan Hadi saat dikonfirmasi di Denpasar, Bali, Kamis.
Ia mengatakan sejak Mei 2018 sampai September 2019, kedua terdakwa bisa rekap hanya Rp139 juta dari total nilai kerugian negara sebesar Rp320.450.000. Lalu untuk sisa kerugiannya para terdakwa tidak bisa mempertanggungjawabkan penggunaannya.
Adapun hasil rekap yang disebutkan itu dibuat oleh para terdakwa juga setelah disidik oleh penyidik Cabjari Nusa Penida, dan untuk bukti penyetoran uang yang terdakwa akui sebagai pembayaran para pelanggan water meter para terdakwa tidak dapat menunjukkannya.
Baca juga: Kejari Buleleng tetapkan mantan Ketua BUMDes tersangka dugaan korupsi
Terdakwa I Ketut Narsa menjabat kepala unit, dan Kasubsi Administrasi Umum dan Keuangan untuk terdakwa I Ketut Suardita di PDAM Tirta Mahottama, Kabupaten Klungkung Unit Nusa Penida.
Dugaan korupsi terjadi dalam kegiatan penjualan air tangki, lalu terdakwa I Ketut Suardita selaku Kasubsi Administrasi Umum dan Keuangan melakukan penjualan air tangki.
Dia menjelaskan, mekanismenya jika ada masyarakat yang datang ke Kantor PDAM Tirta Mahottama Kabupaten Klungkung Unit Nusa Penida untuk membeli air tangki, akan dibuatkan kuitansi secara manual melalui komputer.
Selanjutnya, akan dicatatkan pada sebuah buku catatan penjualan berwarna oranye, dan salah satu bagian kuitansi tersebut diserahkan kepada pelanggan sebagai bukti telah membeli air.
Dia menjelaskan, para terdakwa tidak melaksanakan penjualan air tangki sebagaimana aturan yang diterapkan di PDAM Tirta Mahottama Kabupaten Klungkung Unit Nusa Penida.
"Para terdakwa melakukan penjualan air tangki secara manual dalam arti tidak menggunakan aplikasi Bima Sakti, sehingga terdakwa bisa tidak secara langsung menyetorkan uang hasil penjualan air tangkinya kepada kas PDAM Tirta Mahottama," katanya lagi.
Baca juga: Kejari Badung selidiki dugaan korupsi KUR pada bank BUMN
Adapun uang hasil penjualan air tangki yang dijual secara manual dan tidak seluruhnya diinput ke aplikasi Bima Sakti ada beberapa kuitansi penjualan yang uang hasil penjualannya disimpan oleh terdakwa kedua I Ketut Suardita atas sepengetahuan terdakwa I Ketut Narsa.
Akses tangki air dengan aplikasi Bima Sakti bisa digunakan untuk mempermudah jangkauan masyarakat. Jadi beberapa kuitansi penjualan yang uang hasil penjualan disimpan terdakwa I Ketut Narsa dengan alasan untuk berjaga-jaga jika ada pembatalan pengiriman air tangki yang disebabkan truk tangki tidak bisa menjangkau tempat tinggal konsumen.
"Dari pengakuannya di persidangan, terdakwa menganggap tidak ada menu pembatalan dalam aplikasi Bima Sakti. Tapi ada banyak pelanggan yang tercatat dalam buku order penjualan air tangki yang sudah berkali-kali membeli air tangki tetap tidak disetorkan uang hasil penjualannya padahal tidak ada kendala pengiriman," ujar JPU itu pula.
Untuk itu, atas dugaan tindak pidana korupsi penyalahgunaan hasil penjualan air tangki pada PDAM Tirta Mahottama Kabupaten Klungkung Unit Nusa Penida dalam kurun waktu Mei 2018 sampai September 2019 dan potensi kerugian sebesar Rp320.450.000, dari laporan hasil audit Inspektorat Kabupaten Klungkung.
Ia mengatakan persidangan tindak pidana korupsi akan dilanjutkan pada Kamis, 10 Februari 2022 dengan agenda pembacaan surat tuntutan.