Denpasar (Antara Bali) - Pengamat ekonomi dari Universitas Udayana Prof Dr IKG Bendesa meminta pemerintah daerah mewaspadai trik pencucian uang yang diduga berkedok pembangunan akomodasi wisata di Pulau Dewata.
"Di Bali menjamur hotel yang menawarkan harga per kamar di bawah Rp300 ribu. Dengan kondisi demikian, seharusnya banyak hotel yang merugi, tetapi nyatanya mereka bisa bertahan. Bisa jadi uang yang diinvestasikan merupakan hasil pencucian uang dan korupsi," katanya saat menjadi pembicara pada Seminar Analisis Kritis Pembangunan Bali Untuk Mewujudkan Kesejahteraan Masyarakat, di Denpasar, Rabu.
Menurut Pembantu Rektor I Unud ini meskipun Pemprov Bali menetapkan moratorium hotel, namun pertambahannya tidak terkontrol, tingkat hunian dan tarif hotel rendah serta persaingan yang tidak sehat.
"Pemerintah tidak memiliki cetak biru akomodasi hotel, bukannya karena otonomi daerah tetapi karena tata kelola pemerintahan yang tidak sehat," ujarnya pada seminar serangkaian menyambut Dies Natalis ke-50 Unud itu.
Vila tumbuh menjamur, lanjut dia, tetapi tidak banyak menciptakan kesempatan kerja dan pendapatan. Pemerintah tidak mampu mengendalikannya melalui kebijakan dalam ketenagakerjaan maupun keuangan.
"Ini adalah pertanda adanya gerakan bawah tanah (underground) atau ekonomi bayangan (shadow economy) yang berdampak buruk bagi perekonomian daerah. Kemungkinan mereka yang melakukan pencucian uang sengaja menginvestasikan dananya dalam bentuk properti dan hotel di Bali," katanya. (LHS)
Banyak Hotel Di Bali Hasil Pencucian Uang
Rabu, 15 Agustus 2012 12:15 WIB