Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hari ini memanggil pengusaha dan politikus Partai Golkar Nurdin Halid untuk diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan gratifikasi dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dengan tersangka mantan Hakim Agung Gazalba Saleh.
"Hari ini kami memanggil saksi atas nama Nurdin Halid, yang bersangkutan hari ini hadir di Gedung Merah Putih KPK," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri di sela peringatan Hari Anti Korupsi Sedunia (Hakordia) di Senayan, Jakarta Pusat, Selasa.Namun Ali belum memberikan keterangan lebih lanjut mengenai materi apa saja yang akan didalami dalam pemeriksaan terhadap Nurdin Halid.
"Nanti akan kami sampaikan lebih lanjut materi apa yang akan didalami tim penyidik KPK," ujarnya.
Baca juga: KPK siapkan 3.000 penyuluh antikorupsi perangi rasuah
Untuk diketahui, KPK pada Kamis (30/11) kembali menahan mantan Hakim Agung Kamar Pidana Mahkamah Agung Republik Indonesia Gazalba Saleh (GS) dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi berupa penerimaan gratifikasi dan TPPU terkait pengurusan perkara di Mahkamah Agung.
"Terkait kebutuhan proses penyidikan, Tim Penyidik menahan Tersangka GS untuk 20 hari pertama, mulai 30 November sampai dengan 19 Desember 2023 di Rutan KPK," kata Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis.
Asep mengatakan Gazalba Saleh diduga telah memanfaatkan jabatannya selaku Hakim Agung Kamar Pidana MA RI sejak 2017 untuk mengondisikan isi amar putusan yang mengakomodasi dan menguntungkan pihak-pihak tertentu yang berperkara dan mengajukan upaya hukum di MA.
Baca juga: Mahfud luruskan pernyataan soal tangkap tangan oleh KPK
Dari pengondisian isi amar putusan tersebut, Gazalba menerima pemberian sejumlah uang sebagai bentuk penerimaan gratifikasi di antaranya untuk putusan dalam perkara kasasi dengan terdakwa eks Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo, Rennier Abdul Rahman Latief dan peninjauan kembali dari terpidana Jafar Abdul Gaffar.
Sebagai bukti permulaan awal dimana dalam kurun waktu 2018 sampai dengan 2022 ditemukan adanya aliran uang berupa penerimaan gratifikasi sejumlah sekitar Rp15 miliar.
Atas penerimaan gratifikasi dimaksud, GS kemudian melakukan pembelian berbagai aset bernilai ekonomis antara lain pembelian tunai satu unit rumah yang berlokasi di salah satu klaster di wilayah Cibubur, Jakarta Timur dengan harga Rp7,6 miliar.
Kemudian pembelian satu bidang tanah beserta bangunan di wilayah Tanjung Barat, Jagakarsa, Jakarta Selatan, dengan harga Rp5 miliar.
Penyidik juga menemukan adanya penukaran sejumlah uang di beberapa money changer menggunakan identitas orang lain yang nilainya mencapai miliaran rupiah
Penerimaan gratifikasi tersebut tidak pernah dilaporkan Gazalba pada KPK dalam waktu 30 hari kerja sejak diterima serta tidak mencantumkan aset-aset bernilai ekonomis lainnya dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN).
Atas perbuatannya Gazalba Saleh dijerat dengan Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.