"Jadi ada dua kejadian berbeda. Pertama terjadi pada Jumat (29/10) ada dua pelaku yang ditangkap, dan pada Minggu (31/10) ada satu orang lagi yang ditangkap. Dengan modus mereka berbeda-beda," kata Kapolresta Denpasar Kombes Pol. Jansen Avitus Panjaitan saat konferensi pers di Polresta Denpasar, Bali, Senin.
Ia menjelaskan untuk kasus pertama ada dua pelaku yaitu Anggie Chaerunnisa Azhari (26) dan Muhammad Firdaus (25) dengan modus yang digunakan yaitu menggunakan surat PCR palsu dengan identitas orang lain.
"Para pelaku membawa hasil PCR dan menurut keterangan pelaku itu didapat dari orang lain dan masih didalami siapa sumbernya ini. Mereka pakai PCR untuk kembali ke Jakarta. Sesuai aturan pemerintah untuk Jawa-Bali harus pakai hasil PCR," katanya.
Saat kejadian pada (9/10) petugas sedang memvalidasi data penumpang dan salah satunya kelengkapan syarat tes RT- PCR. Ketika petugas memindai barcode yang dibawa pelaku hasilnya tidak sesuai dengan identitas kedua pelaku.
"Dari awal pelaku ini bilang kalau mesin error dan kesalahan sistem, setelah dicek terus ternyata tetap tidak sesuai. Saat interogasi pelaku mengakui tidak pernah tes PCR dan didapat dari orang lain," jelas Jansen.
Sementara kasus pemalsuan kedua dengan pelaku bernama Lutfi Lanisya (25) yaitu dengan mengubah surat antigen menjadi surat hasil tes PCR.
Sebelum melakukan penerbangan Citylink tujuan Jakarta yang telah membeli tiket seharga Rp1.022.369 melalui aplikasi traveloka untuk jadwal penerbangan pada hari Minggu tgl 31 Oktober 2021 pukul 09.10 Wita.
"Pelaku ini sudah tes antigen di RS Siloam dan karena syarat untuk Jawa Bali adalah PCR, tetapi pelaku sudah terlanjur tes antigen maka pelaku ini mengedit antigennya jadi surat PCR untuk bisa kembali ke Jakarta," ucapnya.
Jansen menjelaskan bahwa pelaku mengubah surat itu melalui gawai pribadinya lalu meminta petugas hotel untuk mencetaknya.
Saat di tiba di Bandara, petugas tidak melihat adanya barcode pada dokumen tersebut. Setelah dicek di Aplikasi Peduli Lindungi dan menghubungi pihak Siloam Hospital, bahwa tidak ada hasil pemeriksaan PCR. Sehingga pelaku diamankan untuk proses lebih lanjut.
Atas perbuatannya para pelaku dikenakan Pasal 263 ayat 1 dan 2 KUHP dan atau Pasal 268 ayat 2 KUHP, dengan ancaman pidana penjara paling lama 6 sampai 12 tahun.