Denpasar (Antara Bali) - Dewan Kesenian Balikpapan, Provinsi Kalimantan Timur, yang menampilkan kesenian dayak mampu mempesona penonton yang memadati arena Pesta Kesenian Bali (PKB) ke-34 di Taman Budaya di Denpasar, Minggu.
Lantunan musik khas, tarian tradisional, dan parade busana menjadi magnet masyarakat, termasuk wisatawan, untuk menyaksikan kesenian yang jarang dipentaskan di Pulau Dewata itu.
"Kami mempersiapkan pementasan ini sejak tiga bulan lalu agar mampu menampilkan yang terbaik dalam ajang PKB. Kami ingin memperkenalkan seni tari dan budaya khas dayak maupun budaya pesisir Kalimantan Timur," kata penata tari, Alfiana seusai pementasan.
Penampilan tim kesenian itu diawali dengan suara merdu seorang penyanyi yang membawakan lagu - lagu daerah khas Kaltim dengan diiringi musik tradisional, di antaranya "sampe" dan "gambus". Keduanya merupakan alat musik petik yang mirip dengan gitar, "klentang" sejenis gong kecil, yang berpadu dengan seruling, kendang, dan biola.
Pementasan kemudian dilanjutkan dengan parade busana yang dibawakan empat gadis cantik yang berlenggak - lenggok membawakan busana khas Kalimantan Timur. Busana itu didominasi kain batik Kaltim dengan hiasan manik - manik dipadukan dengan bulu burung enggang sebagai hiasan kepala, semakin menambah daya tarik bagi ratusan penonton.
Tak hanya tarian khas pedalaman, tim kesenian dengan kekuatan 40 orang itu juga mementaskan kesenian pesisir yakni tari "riak banua" yang menceritakan keceriaan gadis pesisir dengan gerak lincah dan dinamis. Penonton pun kembali diajak untuk lebih mendalami kesenian Kaltim yang tidak hanya menonjolkan seni tetapi juga unsur edukasi dengan dipersembahkannya "tari hutan kayu".
Tari hutan itu dibawakan empat orang penari dengan kostum hijau sebagai simbol hutan belantara yang harus dilestarikan dan dijaga masyarakat. Sebagai pamungkas, dipentaskan "tari dayak parang maya", menceritakan dua orang pemuda yang memperebutkan cinta seorang gadis cantik.
Penari wanita dengan gerakan lembut, menggunakan busana manik - manik dengan bulu enggang sebagai kipas pada tangan, sementara penari pria dilengkapi tameng ukiran batik dan topi bulu enggang, tampil mempesona penonton.
Pertaruangan memperebutkan cinta sang gadis pun terjadi dengan diakhiri kekalahan pemuda yang baik hati karena terkena ilmu hitam pemuda yang jahat. Namun sang pemuda baik hati akhirnya bisa disembuhkan setelah diadakannya ritual "belian" yakni upacara penolak bala yang menambah kesan magis tarian dayak itu.(DWA/T007)