Jakarta (ANTARA) - Mutaz Essa Barshim dari Qatar menambahkan emas Olimpiade ke dalam daftar penghargaannya dalam lompat tinggi putra di Tokyo, Minggu, dan membujuk penyelenggara untuk membiarkan dia membaginya dengan teman sekaligus saingannya, Gianmarco Tamberi dari Italia.
Baik Barshim (30) dan Tamberi (29) berakhir dengan lompatan 2,37 meter dan tidak ada percobaan yang gagal sampai mereka berusaha untuk melewati 2,39 meter.
Setelah masing-masing tiga kali gagal pada ketinggian itu, seorang ofisial Olimpiade menawarkan kepada mereka satu lompatan untuk menentukan pemenang.
"Apa bisa ada dua emas?", Barshim bertanya kepada ofisial tersebut, dikutip dari Reuters.
Ofisial itu mengangguk, dan kedua atlet itu bergandengan tangan dan bersorak kegirangan.
"Saya melihat dia, dia melihat saya, dan kami tahu itu. Kami hanya melihat satu sama lain dan kami tahu, itu saja, sudah selesai. Tidak perlu," kata Barshim.
"Dia adalah salah satu teman terbaik saya, tidak hanya di trek, tetapi di luar trek. Kami bekerja sama. Ini adalah mimpi yang menjadi kenyataan. Ini adalah semangat sejati, semangat olahragawan, dan kami di sini menyampaikan pesan ini."
Hal itu juga menjadi solusi terbaik bagi atlet Italia, yang mengalami patah pergelangan kaki beberapa hari sebelum Olimpiade Rio 2016.
"Setelah cedera saya, saya hanya ingin kembali, tetapi sekarang saya memiliki emas ini, itu luar biasa,” kata Tamberi. "Saya memimpikan ini berkali-kali."
"Saya diberitahu pada 2016 tepat sebelum Rio ada risiko saya tidak akan bisa bersaing lagi. Ini adalah perjalanan yang panjang."
Sementara itu, Maksim Nedasekau dari Belarus merebut perunggu.
Barshim memenangkan perunggu, yang kemudian ditingkatkan menjadi perak, di Olimpiade London 2012. Dia kembali meraih perak di Rio empat tahun kemudian, dan memenangi dua gelar dunia berturut-turut pada 2017 dan 2019.
Catatan terbaiknya 2,43 meter adalah lompatan tertinggi kedua sepanjang masa, di belakang rekor dunia Kuba Javier Sotomayor 2,45 meter yang ditetapkan pada 1993.