"Iya, baru ketahuan di tempat ini (ATM di Denpasar). Kalau untuk pernah atau tidaknya pasang di tempat lain belum bisa dipastikan karena yang bersangkutan tidak mengaku," kata Direskrimsus Polda Bali Kombes Pol Yuliar Kus Nugroho saat dikonfirmasi di Denpasar, Bali, Kamis.
Ia mengatakan bahwa kedua pelaku sudah berada di Indonesia sejak tahun 2018, namun memilih tinggal di Yogyakarta. Selain itu, kedua pelaku juga sering bolak balik Indonesia-Thailand.
Kedua pelaku berada di Bali dari beberapa bulan yang lalu. Untuk saat ini masih dalam proses penyelidikan apakah kedua pelaku melakukan aksi yang sama di ATM yang lain.
"Untuk jumlah masih belum diketahui, karena belum ada laporan (terkait jumlah) dari pihak bank," katanya.
Sebelumnya, pihak bank mengetahui ada peralatan yang terpasang pada mesin ATM dan peralatan tersebut ternyata bukan milik bank. Setelah diperiksa barang tersebut berupa kamera tersembunyi yang berfungsi untuk merekam nomor PIN nasabah dan wifi router yang berfungsi yang menyalin data nasabah yang melakukan transaksi pada mesin ATM.
Dari informasi itu, tim penyidik memantau di sekitar lokasi ATM. Pada Senin (31/05) sekitar pukul 01.30 Wita kedua pelaku datang ke lokasi ATM yang berada di wilayah Denpasar, Bali.
"Saat itu pelaku EK masuk ke dalam mesin ATM dan mengambil kamera tersembunyi yang sudah terpasang sedangkan pelaku AEM berjaga diluar mesin ATM," jelasnya.
Selanjutnya tim melakukan penangkapan terhadap kedua pelaku, dan saat itu kedua pelaku sempat melakukan perlawanan dan mencoba kabur, namun gagal.
Pada pelaku EK ditemukan sebuah obeng dan tas hitam yang didalmnya berisi kamera tersembunyi yang sebelumnya diambil dari mesin ATM, sedangkan pada pelaku AEM juga ditemukan sebuah tas gendong yang didalamnya terdapat cover PIN.
Berdasarkan hasil penggeledahan tempat tinggal pelaku di wilayah Canggu, ditemukan barang bukti berupa beberapa kartu magnetic stripe yang memuat data perbankan milik orang lain, laptop, alat pembaca kartu magnetic stripe, wifi router dan kamera tersembunyi.
Atas perbuatannya, pelaku dikenakan Pasal 30 jo Pasal 46 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang-undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dan/atau Pasal 55 KUHP. Ancaman hukuman terhadap kedua pelaku yaitu pidana penjara paling lama delapan tahun dan/atau denda paling banyak Rp800 juta.