Oleh M. Irfan Ilmie
Angseri adalah nama sebuah desa adat di Kecamatan Baturiti yang berjarak sekitar 20 kilometer arah utara Ibu Kota Kabupaten Tabanan atau sekitar 40 kilometer dari Denpasar.
Sepanjang mata memandang terbentang luas hamparan hijau khas pegunungan tropis. Selain tanaman padi, tanah tadah hujan di lereng Gunung Batukaru itu mampu menyuburkan berbagai jenis tanaman hortikultura.
Tak heran, jika petani di Desa Adat Angseri menjadi pemasok utama buah-buahan dan sayur-sayuran di Pasar Baturiti dan sentra agrobisnis Bedugul di samping juga turut berkontribusi dalam mencukupi kebutuhan pangan masyarakat Bali.
Lahan yang subur menjadi berkah tersendiri bagi masyarakat desa adat itu. Sebagai bentuk syukur atas kelimpahan berkah, masyarakat setempat membangun Pura Pucak Tinggah. Pura ini menjadi salah satu pura kahyangan yang dapat dimanfaatkan untuk melakukan persembahyangan oleh umat Hindu di jagat raya ini.
Berdasarkan cerita rakyat, Rsi Markandya pernah beristana di Pura Pucak Tinggah. Demikian pula Ida Hyang Pasupati yang pada masa-masa itu sempat beristana di Pura Pucak Semeru Agung. Hal itu dibuktikan dengan adanya pelinggih pesimpangan Pura Pucak Semeru Agung di areal Pura Pucak Tinggah.
Pura itu juga diyakini sebagai tempat pertemuan antara Ida Bhatara Wisnu dan Ida Bhatara Brahma. Hal itu dibuktikan dengan adanya mata air berbagai jenis di sekitar pura, mulai dari dingin, suam, panas, hingga asam belerang.
Jalan berliku dan menanjak disertai pengelupasan pada bagian permukaannya sehingga kendaraan jenis apa pun yang melintas dipastikan akan mengguncang tubuh penumpangnya. Hal itu menjadi sensasi tersendiri bagi pengunjung desa wisata yang menyimpan sumber air panas itu.
Bagi penggemar "hiking" dan "trecking", Desa Angseri lah surganya karena begitu lelah melahap terjalnya bebukitan, mereka bisa memperoleh kesegaran dan kenikmatan air suam mengandung belerang.
Air panas di desa itu bisa bersumber di mana saja. Namun, yang paling menarik adalah sumber air di dasar lembah. Mereka yang menuruni lembah serasa berada di tengah-tengah nirwana.
Di dasar lembah, terdapat kolam penampungan air panas. Kolam air bersuhu rata-rata 40 derajat Celsius itu dibangun agak tinggi dari sungai yang airnya jernih dan dingin.
Air jernih itu jatuh dari ketinggian sekitar 10 meter dan menerpa bebatuan cadas. Terkadang terpaannya menyerupai pelangi tatkala disambut bias sinar mentari sehingga makin menambah keindahan di lembah Angseri.
Kepuasan atas kesegaran tubuh dan keindahan alam serta kicauan beragam jenis burung itu semakin tak ternilai dibandingkan dengan tarif masuk yang dipatok oleh masyarakat Desa Adat Angseri yang hanya Rp5.000 untuk satu orang.
Apalagi masyarakat desa adat setempat juga memanjakan para pengunjung dengan dibangunnya kolam bebilik tertutup. Kolam beralaskan batu cadas dikelilingi dinding batu bata dilapisi semen berornamen bambu itu untuk memberikan keleluasaan pribadi bagi para pengunjung saat menikmati air hangat.
Tarif sewa Rp10.000 untuk setiap 30 menit berada di dalam kolam tertutup tak berarti apa-apa dengan kesegaran yang didapat di dalam ruang yang memberikan jaminan privasi sekelas hotel berbintang.
Nuansa syahdu pun akan mengiringi sepasang kekasih di sela-sela berendam air hangat di dalam ruang tertutup. Demikian pula bagi mereka yang tak ingin auratnya tercuri pandang orang bukan muhrim, bilik kolam itu menjadi jawaban yang "mu'tabar". Bilik-bilik itu laksana wadah bagi kaum ekshibisme romantisme sekaligus untuk kaum puritan yang menjaga kehormatan ragawinya.
Bilik-blik kolam berarsitektur natural itu memang dibangun khusus untuk menampung dua sampai enam orang. Sayangnya, kemampuan masyarakat desa adat sejauh ini terbatas pada pembangunan enam unit bilik kolam sehingga pada saat-saat tertentu, para pengunjung harus bersabar menunggu giliran.
Jikalau tidak terdapat antrean, bilik kolam itu bisa ditempati untuk berendam air hangat lebih dari 30 menit dengan menambah biaya sewa. "Kalau banyak yang antre, kami mohon maaf hanya untuk satu kali pemakaian selama 30 menit," kata I Wayan Armanu yang menjaga bilik-bilik kolam itu.
Durasi 30 menit bukan harga mati. Bagi mereka yang telah menghabiskan durasi itu bisa berendam di kolam umum sambil menunggu giliran mendapatkan bilik lagi.
Bagi mereka yang membawa balita, tidak perlu khawatir. Tepat di depan pintu masuk Wisata Air Panas Angseri terdapat kolam khusus anak-anak. Di sekeliling kolam itu juga terdapat arena bermain anak-anak.
Selepas memanjakan diri di dalam kolam air hangat, pengunjung tak perlu takut kelaparan karena di objek wisata itu juga dilengkapi warung yang menyediakan minuman hangat dan menu makanan siap saji.
Warung yang terjaga kebersihannya itu berada di pinggir jalan setapak menuju tempat parkir yang sedikit menanjak. Sambil menikmati makanan dan minuman, mata para pengunjung dimanjakan oleh pemandangan indah areal persawahan bertingkat dan dangau-dangau milik petani.
Infrastruktur yang Terabaikan
Berkah berupa keindahan alam yang dikelola dengan baik oleh masyarakat Desa Adat Angseri untuk memanjakan masyarakat lainnya tampaknya bertepuk sebelah tangan.
Kegigihan masyarakat Desa Adat Angseri dalam membangun objek wisata secara swadaya pada 2007 tidak berbanding lurus dengan perhatian pemerintah daerah setempat.
Jalan sepanjang dua kilometer menuju Pura Kahyangan Pucak Tinggah dan Objek Wisata Air Panas Angseri dibiarkan rusak dan dalam dua tahun berjalan tidak ada upaya perbaikan.
Parahnya lagi, jembatan di Banjar Dinas Tegeh putus sehingga kendaraan yang hendak menuju pura dan objek wisata itu harus melalui jembatan darurat yang modelnya mirip jembatan "bailey".
"Jembatan itu putus akibat hujan yang menyebabkan tebing sungai runtuh sebulan yang lalu," kata Ni Wayan Aditya saat ditemui di rumahnya yang rumahnya berjarak beberapa meter dari jembatan tersebut, Sabtu (19/5).
Selain itu, tidak ada kesungguhan dari pemerintah daerah setempat untuk menjadikan Objek Wisata Air Panas Angseri sebagai destinasi utama wisatawan domestik dan mancanegara.
Penunjuk arah menuju objek wisata itu dibuat ala kadarnya oleh masyarakat desa adat setempat. Hal ini yang mengakibatkan Objek Wisata Angseri tidak mampu bersaing dengan objek wisata lain di sekitarnya, seperti Danau Beratan di Bedugul yang dikenal luas hingga mancanegara.
"Selama ini wisatawan enggan datang kemari karena jalannya rusak. Hampir semua wisatawan yang datang kemari mengeluhkan kondisi jalan," kata I Wayan Mangok selaku petugas loket objek wisata itu.
Ia menduga kerusakan jalan desa itu akibat kualitas aspalnya buruk, selain juga sering dilewati oleh truk pengangkut bambu dan hasil kebun lainnya.
"Masyarakat desa adat sudah lama melaporkan kerusakan jalan ini, tapi sampai sekarang belum ada tanggapan dari pemerintah," kata I Wayan Sudita selaku petugas parkir objek wisata itu menambahkan.
Tak heran pula, jika objek wisata itu kurang dikenal masyarakat umum. Hal itu dapat dilihat dari jumlah wisatawan yang sebatas hitungan jari. Menurut Mangok, pada musim liburan jumlah pengunjung tak pernah di atas angka 200 per hari.
Padahal untuk menemukan objek wisata itu tidaklah sulit. Ada dua rute pilihan bagi wisatawan dari arah Pura Taman Ayun atau Sangeh (Kabupaten Badung) tujuan Bedugul (Kabupaten Tabanan) yang hendak singgah ke Objek Wisata Air Panas Angseri.
Rute pertama, Mengwi-Luwus. Dari arah Pura Taman Ayun, Mengwi, sekitar dua kilometer selepas Luwus (pusat oleh-oleh Jogger Bali), di sisi kiri jalan terdapat tanda panah menuju Angseri. Dari Jalan Raya Luwus-Baturiti menuju Angseri jaraknya sekitar delapan kilometer.
Rute kedua, Mengwi-Marga. Sesampainya di SPBU Mengwi, pengunjung bisa langsung belok ke kiri menuju Marga dan ikuti tanda panah menuju Angseri. Jaraknya dari SPBU Mengwi sekitar 20 kilometer.
Kerusakan jalan baru akan dijumpai pada ruas Banjar Tegeh-Angseri sepanjang dua kilometer, termasuk melewati jembatan darurat yang harus antre satu persatu, baik roda dua maupun roda empat.
"Kalau jalannya memadai, saya yakin banyak wisatawan yang datang kemari," kata Nandang, wisatawan asal Cimahi, Jawa Barat, saat ditemui di objek wisata itu.
Namun, lelahnya melewati jalan rusak dan menapaki turunan menuju lembah akan terbayar oleh sensasi kesegaran air hangat dalam menghimpun semangat menghadapi aktivitas pada hari-hari berikutnya.(*/T007)