Pekanbaru (Antara Bali) - Sejumlah aktivis lingkungan menyatakan keberadaan ombak "Bono" Sungai Kampar di Provinsi Riau sangat bergantung pada kelestarian hutan di sepanjang daerah aliran sungai (DAS) itu, sehingga pengembangan potensi wisata Bono harus turut memperhatikan aspek konservasi lingkungan yang berkelanjutan.
"Kalau hutan di sepanjang Sungai Kampar rusak, Bono terancam hilang," kata Koordinator Jaringan Kerja Penyelamat Hutan Riau (Jikalahari), Muslim, kepada ANTARA di Pekanbaru, Minggu.
Gelombang Bono tepatnya berada di Kelurahan Teluk Meranti, daerah Semenanjung Kampar, Kabupaten Pelalawan, berjarak sekitar 185 kilometer dari Kota Pekanbaru.
Fenomena alam berupa ombak tinggi di muara Sungai Kampar yang menarik untuk kegiatan selancar itu terjadi karena pertemuan dua arus dari sungai dan arus laut, karena DAS tersebut langsung berhadapan dengan Selat Malaka.
Ia menjelaskan, ombak Bono memiliki pola yang terbentuk karena gelombang memantul ke tepian sungai. Kerasnya hantaman ombak mengakibatkan abrasi yang mengakibatkan tapi sungai makin lebar.
"Kondisi abrasi akan makin parah apabila tidak ada pohon yang menghambat gelombang, sedangkan makin lebar sungai, maka gelombang Bono akan makin kecil," ujarnya.(*/T007)
Wisata Bono Bergantung Kelestarian DAS
Minggu, 3 Juni 2012 10:52 WIB