Jakarta (ANTARA) - "Kami melihat situasi terakhir dan kami ingin mendukung pemerintah. Kami memahami dan telah melakukan diskusi internal bersama klub bahwa IBL musim 2020 harus kami batalkan."
Kutipan di atas adalah sepenggal dari pernyataan yang disampaikan Direktur Utama Liga Bola Basket Indonesia (IBL) Junas Miradiarsyah kala mengumumkan kompetisi musim 2020 resmi tidak dilanjutkan sama sekali pada 7 Oktober 2020.
Sebagaimana laiknya hal-hal lain di tahun 2020, semua musababnya tetap satu yakni pandemi COVID-19 yang merebak gagal dikendalikan oleh hampir seluruh negara di dunia, tentunya termasuk Indonesia.
Ketika Junas dengan berat hati melakukan jumpa pers pembatalan IBL 2020 bersama perwakilan Pengurus Pusat Persatuan Bola Basket Seluruh Indonesia (PP Perbasi) dan Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora), hari itu terdapat penambahan 4.538 kasus baru yang membuat jumlah total kasus aktif COVID-19 di Indonesia saat itu sebanyak 315.714.
Baca juga: "Bali United Basketball" resmi umumkan roster untuk IBL 2021
Hari itu pula sedikit kabar baik datang dengan dinyatakannya 3.854 orang sembuh, menambah jumlah penyintas COVID-19 menjadi 240.291 orang.
Tetapi tak semua seberuntung mereka, sebanyak 11.472 orang telah menjadi korban jiwa COVID-19, berdasarkan laporan rutin Satuan Tugas Penanganan COVID-19.
Angka-angka itu adalah data 7 Oktober 2020. Tak sampai tiga bulan kemudian, per 28 Desember 2020 terdapat 719.219 kasus aktif COVID-19 dengan penambahan mencapai 5.854 kasus dalam sehari.
Jumlah penyintas bertambah menjadi 589.978 orang dan yang meninggal karena COVID-19 mencapai 21.452 jiwa.
Sekali lagi, tak sampai tiga bulan rentang waktu dari keputusan IBL 2020 dihentikan, tapi angka-angka itu melonjak setidaknya dua kali lipat dari 7 Oktober ke 28 Desember.
Baca juga: Aditya Lumanauw menangi IBL Esports Competition
Hal itu tentu semakin menyedihkan jika disadari di antara angka-angka itu terdapat kerabat atau orang-orang dekat kita yang tak ubahnya disulap menjadi statistika semata.
Maka dari itu, semengecewakan apapun bagi penikmat bola basket maupun masyarakat penggemar olahraga pada umumnya, keputusan membatalkan IBL 2020 adalah sesuatu yang paling rasional dan masuk akal.
Sebab, tentu saja IBL tidak ingin menjadi bagian dari klaster penyumbang persebaran kasus COVID-19.
"Ini dilakukan untuk mendukung agar semuanya diberi kesehatan dan keselamatan," kata Junas menambahkan saat menyampaikan pernyataannya di Kemenpora, 7 Oktober lalu.
Konsisten kompetitif
IBL 2020 boleh tak dilanjutkan, tetapi bukan berarti kompetisi itu berlalu begitu saja tanpa ada catatan yang patut disorot.
Tahun lalu, jelang IBL 2020 bergulir ada tiga tonggak penting bagi kompetisi bola basket profesional paling bergengsi ini.
Pertama, juara bertahan Stapac Jakarta memutuskan untuk absen dari keikutsertaan IBL 2020 karena hampir separuh pemainnya disibukkan dengan urusan membela tim nasional baik di kategori 5x5 maupun 3x3.
Kedua, sebuah tim baru Louvre Surabaya ambil bagian sebagai peserta dan dalam IBL Draft mereka mendatangkan dua legiun impor pemilik medali juara IBL yakni Savon Goodman yang juara bersama Stapac pada 2019 dan Martavious Irving (Pelita Jaya, 2017).
Ketiga, karena kebutuhan menambah jam terbang dan mengasah kebugaran bertanding, Badan Tim Nasional PP Perbasi memutuskan timnas putra ikut ambil bagian di dalam IBL 2020 mengusung nama Indonesia Patriots.
Patriots sebetulnya hampir separuhnya berisikan pemain Stapac dan Satria Muda Jakarta ditambah dua pemain naturalisasi Lester Prosper dan Brandon Jawato, praktis menjanjikan peran sebagai tim patron di IBL 2020.
Kendati banyak pemain kuncinya menunaikan tugas sebagai "abdi negara", Satria Muda mampu menyongsong IBL 2020 dengan optimisme sebab mereka menjuarai Piala Presiden Bola Basket 2019 di Solo pada 20-24 November 2019 yang berfungsi sebagai turnamen pramusim.
Kehadiran Milos Pejic sebagai juru taktik baru diyakini mampu mengembalikan mentalitas jawara Satria Muda, yang dipupus oleh Stapac semusim sebelumnya di bawah Giedrius Zibenas, yang musim 2020 hijrah menangani Prawira Bandung.
Dalam laga pembuka musim, Louvre sebagai anak baru di komplek IBL menegaskan kehadiran mereka bukan sebagai pelengkap dengan menundukkan Bank BPD DIY Bima Perkasa Jogja dengan 81-71 di seri perdana di Semarang pada 10 Januari 2020.
Sedangkan Patriots menandai debutnya sebagai tim patron dengan keberhasilan pancamula (starting-five) mereka menyumbang dua digit poin untuk menang 88-74 atas Pacific Caesar.
Tapi, jalannya kompetisi tak selinier itu. Sebaran tiga pemain asing di tiap tim terbukti menambah daya saing hampir semua tim.
Ketika kompetisi ditangguhkan jelang Seri VII, Patriots jelas bercokol di puncak klasemen dengan koleksi 11 kemenangan dari 13 pertandingan.
Tapi karena Patriots tak bisa ikut playoff, maka persaingan Louvre sebagai tim baru justru berpeluang mengikuti playoff karena berada di peringkat kelima klasemen dengan catatan tujuh kemenangan dan tujuh kekalahan.
Sayangnya, setelah Seri VI di Surabaya, persebaran COVID-19 di Indonesia mulai tinggi dan Seri VII --yang sudah dipindahkan dari Semarang ke Jakarta karena alasan kelayakan lapangan-- harus tetap dilanjutkan di Surabaya.
Akan tetapi angka kasus di Surabaya juga mulai meningkat, maka IBL memutuskan memindahkan lagi Seri VII ke Malang.
Jumat, 13 Maret, berbagai umbul-umbul dan atribut sudah menghiasi GOR Bimasakti Malang, bahkan sejumlah penonton sudah mendatangi lokasi, tetapi sebuah kertas pengumuman tak mengenakkan terpampang di loket tiket.
"Mohon maaf. Sehubungan dengan issue coronavirus, IBL Seri 7 di Malang tidak jadi dilaksanakan," demikian tulisan yang terpampang di kertas tersebut, siapa yang tahu tujuh bulan kemudian kita harus menghapuskan IBL 2020 dari rekam jejak kompetisi kita.
Kondisi dan permisi
Seperti kebanyakan pesohor lainnya, atlet-atlet IBL juga berbondong-bondong memulai aktivisme sosial mereka membantu kalangan rawan yang terdampak merebaknya pandemi COVID-19 di Indonesia.
Sementara para atletnya membantu masyarakat umum serta tenaga kesehatan dan kelompok-kelompok lain di barisan terdepan penanganan pandemi COVID-19, manajemen IBL masih cukup gigih berusaha menghidupkan kompetisi.
Yang dilakukan IBL bukanlah sebuah egoisme. Liga-liga sepak bola Eropa mampu merumuskan kerangka memadai untuk tetap bisa menyelenggarakan kompetisi tanpa penonton dan protokol kesehatan ketat pencegahan COVID-19 di antara pemain, staf dan semua yang terlibat di dalamnya.
Liga Champions dan Liga Europa memilih memboyong sisa pertandingan di satu lokasi saja. Champions di Portugal dan Europa di Jerman.
Sedangkan yang bisa dijadikan panutan bagi IBL tentu saja adalah NBA, sebab kompetisi paling bergengsi sejagat itu mampu menerapkan format menggelar kompetisi di satu kompleks terpusat yang tertutup dari lalu lalang orang-orang tanpa izin ketat. Mereka menyebutnya sebagai gelembung.
Maka, bekerja keraslah segenap awak IBL, menggandeng PP Perbasi, Kemenpora dan tentunya Gugus Tugas COVID-19 (per 21 Juli 2020 menjadi Satgas COVID-19), untuk merumuskan format yang paling aman akan penyelenggaraan lanjutan kompetisi musim 2020.
Setelah korespondensi panjang, pada 23 Juli IBL mengumumkan jadwal kelanjutan musim yakni 13-27 Oktober di Mahaka Square Arena, Kelapa Gading, Jakarta, setelah manajemen menyatakan sudah mengantungi izin dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Kementerian Kesehatan, Kemenpora dan Wali Kota Jakarta Utara.
Jadwal itu sudah mundur dari target awal IBL yang mematok 4 September sebagai jadwal tercepat dan 5 Oktober sebagai batas akhir proyeksi kelanjutan musim 2020.
"Kami memundurkan pelaksanaan lanjutan kompetisi setelah mempertimbangkan berbagai aspek, termasuk memberi waktu persiapan lebih kepada klub-klub menghadapi babal playoff mendatang," kata Junas dalam pengumumannya kala itu.
Publik penggemar olahraga bola keranjang bergairah lagi bisa menyaksikan tim-tim kesayangannya berlaga, meski hanya melalui gawai. Toh bagi sebagian besar penggemar basket di luar Jawa, itu juga yang terjadi dalam kondisi normal, bukan?
Berbagai protokol keamanan seperti penetapan zonasi serta kewajiban setiap orang-orang yang berada di dalam gelembung untuk tercatat punya hasil negatif dalam tes usap COVID-19 berkala.
Sayangnya, kerjas keras manajemen IBL tak berbanding lurus dengan statistika laporan harian kasus COVID-19 di Indonesia yang semakin hari semakin signifikan naik berdasarkan data resmi pemerintah.
Maka, 7 Oktober, kurang dari sepekan jelang jadwal kelanjutan musim 2020 digelar, IBL mengangkat tangan ke arah kamera dan menyatakan sudah tidak bisa melakukan apapun.
Bahwasanya, pada akhirnya surat rekomendasi yang sudah diterbitkan BNPB tak bernilai apapun adalah sesuatu yang harus ditelan bersama-sama bagi manajemen IBL, para atlet, pelatih, staf dan tentunya masyarakat pecinta basket.
Boleh jadi, biaya gelembung IBL di Mahaka Square tak sampai 10 persen dari taksiran 190 juta dolar AS (sekira Rp2,69 triliun) yang digelontorkan NBA untuk menyaksikan Los Angeles Lakers menjadi juara di gelembung Orlando.
Tapi, tentu itu menjadi wujud keseriusan manajemen IBL untuk bisa mewujudkan keselamatan pemain dan segenap orang yang terlibat di dalam gelembung IBL, sesuatu yang mungkin tidak terlihat dalam pelaksanaan kampanye Pilkada serentak 2020 maupun hari pemungutan suaranya.
"Tujuannya hanya satu, pasti keselamatan pemain, ofisial dan penonton," kata Junas 13 Maret silam ketika terpaksa menangguhkan IBL 2020 Seri VII di Malang, sesuatu yang nyatanya masih ia dan segenap koleganya pegang erat sampai akhirnya harus membatalkan musim ini.
Kilas balik IBL 2020: resistensi antara kondisi dan permisi
Selasa, 29 Desember 2020 21:08 WIB