"Penting bagi kita untuk menyosialisasikan kepada masyarakat tentang ancaman terorisme dan pendekatan budaya perlu dilakukan dengan tetap pada koridor negara yang berdasarkan Pancasila, UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Bhinneka Tunggal Ika yang dibingkai dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia," katanya dalam keterangan pers yang diterima di Denpasar, Selasa malam.
Ia menjelaskan Indonesia memiliki Pancasila sebagai dasar dan falsafah bangsa yang telah dipilih dan diformulasikan oleh pendiri bangsa. Untuk itu, Pancasila telah menjadi hal final yang harus dipahami dengan baik dan benar dalam merekatkan bangsa.
Ancaman terorisme menjadi hal yang rentan bagi Bangsa Indonesia. Terlihat dari beberapa pengalaman yang telah terjadi di wilayah Indonesia dan membawa bencana bagi kemanusiaan dan kerugian lainnya.
"Tidak juga Bali yang pernah mengalami guncangan dahsyat akibat ulah terorisme pada tahun 2002 dan 2005. Dalam rangka pencegahan berbagai kemungkinan terhadap tindakan terorisme, ada berbagai hal yang bisa kita kerjakan terkait dengan aspek geografi, demografi dan juga kondisi sosial yang meliputi ipoleksosbud hankam yang ada di wilayah Bali," jelasnya.
Ia juga mengingatkan tentang lone wolf yang berarti seseorang akan mudah terpapar radikalisme yang berujung pada tindakan terorisme diakibatkan seringnya melihat atau menonton ajakan atau provokasi lewat media sosial atau internet.
Dampaknya ketika tidak memiliki pemahaman dan analisa yang baik, katanya, pada akhirnya banyak yang melakukan perbuatan radikal dan teror akibat pemahaman yang salah dan sempit.
Dalam audiensi, Ketua Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Provinsi Bali I Gusti Agung Ngurah Sudarsana mengatakan pada dasarnya banyak masyarakat belum paham mengenai keberadaan FKPT.
"Banyak berpikir bahwa FKPT ini seperti institusi untuk menangkapi terorisme seperti Densus 88. Namun, FKPT merupakan badana ad hoc turunan dari Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) di pusat yang tugasnya dalam rangka pencegahan terorisme yang lebih mengedepankan langkah-langkah sosialisasi.
Selain itu, menekankan pemberian pemahaman kepada masyarakat untuk tidak berpikir radikal yang nantinya merusak tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara.
"Harus dipahami bahwa radikalisme merupakan embrio atau benih-benih munculnya terorisme," ucapnya.
"Harus dipahami bahwa radikalisme merupakan embrio atau benih-benih munculnya terorisme," ucapnya.