Gianyar, Bali (ANTARA) - Masa jabatan sebagian besar Bendesa (lurah) dari 273 desa adat yang ada di Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali akan berakhir tahun 2020, sehingga akan banyak yang mengadakan pemilihan.
"Hal ini mendapat perhatian serius dari Majelis Desa Adat (MDA) Kabupaten Gianyar karena jumlah desa yang akan menggelar pemilihan cukup banyak," kata Ketua Majelis Desa Adat (MDA) Gianyar Anak Agung Alit Asmara, dalam siaran pers Diskominfo Gianyar, Sabtu.
Ketua MDA Gianyar mengatakan berdasarkan surat edaran Pemprov Bali mulai tahun 2021 prajuru desa adat yang diakui keberadaannya secara administratif oleh MDA dan Pemerintah Daerah Provinsi Bali adalah prajuru (pengurus atau pejabat) desa adat yang mendapatkan surat keputusan penetapan, pengukuhan, atau pengakuan oleh majelis, yaitu MDA Provinsi Bali termasuk yang telah diterbitkan oleh Majelis Madya Desa Pakraman atau Majelis Alit Desa Pakraman sebelum tahun 2020.
“Karena kebijakan itu baru terbit, banyak bendesa/prajuru adat di Kabupaten Gianyar yang belum memiliki surat keputusan penetapan, pengukuhan, atau pengakuan. Terkait hal tersebut, kami minta kepada pengurus desa yang belum punya surat keputusan agar segera melakukan permohonan penerbitan surat keputusan melalui MDA Kabupaten Gianyar,” kata Alit Asmara.
Menyikapi banyaknya desa adat yang bendesanya akan mengakhiri masa jabatan, ia meminta desa adat agar segera melaksanakan proses penetapan pengurus desa adat sesuai dengan surat edaran No.006/SE/MDA-Prov Bali/VII/2020 tentang Proses Ngadegang Bendesa Adat atau Sebutan Lain dalam Tatanan Kehidupan Era Baru pada Masa Pandemi Covid-19.
“Bila dipandang perlu, MDA Gianyar siap melakukan pendampingan pada saat proses pemadegan bendesa dan prajuru adat untuk menghindari potensi konflik, silahkan mengajukan permohonan kepada kami,” ujar Alit Asmara.
Baca juga: Putri Koster ajak perempuan Bali turut perkokoh desa adat
Ia juga menekankan hal yang tidak kalah penting, untuk mewujudkan tata kehidupan beragama yang baik, masyarakat desa, dan hubungan harmonis dengan lingkungan dibutuhkan sebuah manajemen tata pemerintahan desa adat yang transparan, keterbukaan dengan asas manfaat, kebersamaan dan keadilan.
Untuk itu diperlukan pengurus desa adat yang mempunyai kapasitas, kredibilitas, dan akuntabilitas serta siap ngayah dan taat pada awig-awig serta menjadi panutan dari krama desa adat sesuai kriteria calon bendesa atau prajuru desa adat.
“Kalau dipandang perlu, persyaratan sebaiknya dilengkapi dengan surat keterangan berkelakuan baik dari kepolisian bahwa dirinya tidak sedang tersangkut masalah hukum,” kata Alit Asmara. Mengingat juga dana yang dikelola oleh desa adat saat ini sangat besar, maka masalah integritas dan sedang tidak memiliki masalah hukum dipandang perlu menjadi salah satu persyaratan saat ini.
Diketahui, pemilihan bendesa (lurah) di sejumlah desa adat saat ini harus menggunakan prosedur musyawarah mufakat dan apabila tidak terjadi musyawarah, sistem lekesan bisa dijadikan alternatif kedua mengingat kita sebagai masyarakat yang percaya dengan sekala niskala, jika secara sekala tidak terjadi kesepakatan baiknya dilakukan secara niskala, dan sistem lekesan ini memang sudah menjadi adat dan tradisi kita di Bali.