Jakarta (ANTARA) - Direktur Jenderal Kekayaan Negara Kementerian Keuangan Isa Rachmatawarta menyatakan tahun ini pihaknya akan menyuntikkan dana sebesar Rp2 triliun kepada holding BUMN farmasi PT Bio Farma (Persero) untuk pengadaan vaksin.
Isa mengatakan rencana penyuntikan dana muncul ketika Kementerian BUMN, Kementerian Keuangan, dan Komisi XI DPR RI melakukan kajian sehingga ditemukan adanya urgensi untuk menambahkan modal ke Bio Farma Group.
"Waktu hari-hari terakhir diskusi di Banggar DPR RI muncul usulan untuk menambahkan PMN bagi Bio Farma Group," katanya dalam diskusi daring di Jakarta, Jumat.
Isa menuturkan suntikan dana tersebut akan dialokasikan dalam bentuk penyertaan modal negara (PMN) dalam rangka pengadaan obat-obatan, vaksin COVID-19, dan pengembangan sarana prasarana kesehatan.
"Itu yang kita kaji. Kita sudah pertimbangkan dan sejauh ini positif, bahkan kita pertimbangkan untuk mempercepatnya," ujarnya.
Baca juga: November 2020, Biofarma terima 15 juta dosis bulk vaksin Sinovac
Isa menjelaskan PMN sebesar Rp2 triliun diberikan sepenuhnya kepada Bio Farma sehingga pemerintah menyerahkan kewenangan kepada Bio Farma untuk menentukan cara membagi dana tersebut kepada PT Kimia Farma Tbk dan PT Indofarma Tbk.
"Mengenai komposisi saya tidak ingat persis ke Bio Farma berapa, Kimia Farma berapa. Tapi secara umum project itu di induk Bio Farma yang di dalam ada Kimia Farma dan Indofarma,” jelasnya.
Isa melanjutkan meski hanya tersisa dua bulan lagi namun ia optimistis bahwa PMN untuk Bio Farma dapat ditambahkan ke dalam APBN 2020 sehingga dapat mendorong penanganan COVID-19.
"Kalau memungkinkan kita tambahkan ke APBN 2020 karena memang relevan dengan penanganan COVID-19 sehingga mungkin kita ajukan ke 2020. Tinggal dua bulan tapi rasanya bisa cukup di-manage," tegasnya.
Baca juga: Bio Farma produksi 16 juta -17 juta vaksin Sinovac per bulan
Cegah pemalsuan vaksin
PT Bio Farma melengkapi produk vaksin dengan dua dimensi (2D) data matriks berstandar GS1 untuk mencegah pemalsuan dan duplikasi vaksin COVID-19.
"Kami lakukan juga dengan dua dimensi data matriks yang akan ditempel sehingga bisa dideteksi, dan tidak akan mudah untuk dipalsukan," kata Kepala Divisi Unit Klinik dan Imunisasi Bio Farma Mahsun Muhammadi dalam seminar virtual Vaksinasi COVID-19 di Indonesia: Di Mana Peran Masyarakat? di Jakarta (28/10).
Mahsun menuturkan pengemasan vaksin COVID-19 dilakukan sedemikian rupa sesuai standar untuk menjamin kualitas vaksin tetap baik sampai di lokasi pengiriman.
Mahsun mengatakan pada setiap label vial vaksin, awal 2021 sudah dilengkapi dengan 2D data matriks yang memuat kode serialisasi yang dibuat secara acak untuk menghindari duplikasi.
"Di box-nya kami siapkan dengan standar GS1, jadi ada kode seri tersendiri sehingga ini menghindari duplikasi agar bisa di-'tracking' (dilacak) semuanya," ujarnya.
Baca juga: Bio Farma: harga vaksin COVID-19 berkisar Rp200 ribu
Bio Farma juga sudah menyiapkan aplikasi Bio Tracking untuk pengecekan keaslian produk vaksin Bio Farma. Bio Tracking merupakan aplikasi portabel atau bisa digunakan pada telepon pintar yang dapat dimanfaatkan masyarakat untuk mengetahui keaslian dan informasi produk.
"Kami menyiapkan namanya Bio Tracking, posisi GPS, temperaturnya juga kita cek, ada sensor di pintunya, juga check pointnya, alur jalannya juga bisa kita deteksi, di konsumen akhir ini dengan handphone nanti bisa di deteksi dengan barcoding tertentu dengan dua dimensi data matrix," tuturnya.
Bio Farma akan mendistribusikan vaksin COVID-19 sampai ke dinas kesehatan provinsi dengan transportasi berpendingin. Kemudian dari dinas kesehatan provinsi akan didistribusikan ke Dinas kesehatan kabupaten/kota lalu ke puskesmas hingga akhirnya ke tangan konsumen.
Sementara untuk distribusi ke swasta tidak akan melalui dinas kesehatan tapi melalui distributor yang akan masuk ke rumah sakit atau klinik-klinik swasta. "Tapi swasta saya kira berikutnya setelah yang pemerintah ini semua 'clear', aman baru nanti kami bergerak ke swasta," ujarnya.
Baca juga: Menunggu hadirnya vaksin COVID-19 versi Indonesia