Jakarta (ANTARA) - Bukan K-Pop, jazz, atau genre musik yang lain, tapi Yaa Lal Wathan atau yang juga dikenal dengan Syubbanul Wathan (pemuda cinta Tanah Air) boleh jadi adalah lagu yang membangunkan tidur sekaligus pengantar tidur sebagian besar santri NU di Tanah Air dalam setiap hari-hari mereka.
Lagu yang digubah pendiri NU, KH Wahab Chasbulloh, itu pada akhirnya bisa menjadi energi positif bagi santri secara luas sehingga perjuangan tidak berhenti pada tataran wacana, tetapi pergerakan sebuah bangsa yang cinta tanah airnya untuk merdeka dari segala bentuk penjajahan.
Kecintaan pada Tanah Air itulah yang pada akhirnya mengantarkan santri sebagai arus besar lain dari kalangan pemuda yang menjadi kekuatan bagi bangsa ini untuk bangkit melawan penjajah.
Sampai pada satu titik santri juga hingga kini yang banyak mewarnai sejarah pengembangan dan implementasi ideologi Pancasila.
Dalam lingkup tempatnya, pesantren juga membuka pintu bagi masyarakat dari berbagai kalangan untuk belajar, bukan saja agama melainkan kesejarahan dan ilmu cinta Tanah Air dalam hubul waton minal iman (cinta Tanah Air sebagian dari iman).
Sehingga tak perlu lagi mempertanyakan santri dan kiprahnya dalam sejarah pergerakan bangsa ini hingga pembumian Pancasila. Sebab bagi mereka Pancasila adalah sebagian besar dari falsafah yang diagungkan melalui tradisi yang diwariskan sebagai legasi.
Katib Aam Katib Aam PB NU, KH Yahya Cholil Staquf, mengatakan, Gerakan Pemuda (GP) Ansor yang sebagian besar anggotanya adalah santri-santri dari pondok pesantren di pelosok nusantara ini, hingga saat ini pun terus berjuang dalam mengawal negara, salah satunya adalah mengawal tegaknya ideologi Pancasila.
Menurut dia, dalam diri setiap santri telah ditanamkan bahwa Pancasila adalah harga mati. Maka dia mengajak semua pihak untuk turut bersama santri mengawal tegaknya Pancasila.
Pada sisi lain, lanjutnya, GP Ansor juga terus menyuarakan kepada seluruh organisasi keagamaan di dunia untuk berkolaborasi dalam menghentikan cara pandang masyarakat yang diskriminatif terhadap perbedaan agama.
“Misi utama GP Ansor adalah perdamaian. GP Ansor dikenal dunia karena berhasil menyelesaikan berbagai masalah keumatan yang mengancam kedaulatan negara Republik Indonesia. GP Ansor mengajak seluruh organisasi Islam di seluruh dunia untuk menghentikan cara pandang yang diskriminatif terhadap perbedaan," kata Gus Yahya, sapaan akrabnya.
Selanjutnya mantan anggota Dewan Pertimbangan Presiden ini juga mengajak seluruh masyarakat Indonesia untuk betul-betul memperhatikan pentingnya menghargai perbedaan agama. Semua pihak, katanya, harus memiliki keyakinan dan keinginan yang sama demi kemajuan Indonesia ke depan.
"Menghormati perbedaan adalah suatu kekuatan yang sangat besar bagi suatu bangsa yang sangat majemuk. Sekalipun berbeda, mereka adalah bangsa Indonesia. Sama seperti kita pemilik Indonesia, mari kita rawat kebinnekaan ini secara baik," kata dia.
Sumpah Pemuda dan Pembumian Pancasila
Santri pada hakikatnya pun dekat dengan peristiwa Sumpah Pemuda. Sebab sejatinya perjuangan santri dan pesantren lebih merupakan refleksi nilai Sumpah Pemuda.
Pondok pesantren dengan para santrinya telah membersamai bangsa Indonesia dalam perjalanannya melawan penjajah dan penjajahan.
Semangat persatuan, gotong-royong, dan berkorban tanpa pamrihlah yang menjadi napas perjuangan mereka, mengantarkan bangsa Indonesia hingga menjadi seperti saat ini.
Sebagaimana Sumpah Pemuda yang menjadi refleksi tekad kebersatuan dalam wadah Indonesia, santri dan warga pesantren tidak akan rela bila bangsa ini sampai dipecah-pecah, dikoyak-koyak, atau bahkan dikotak-kotakkan.
Sebab mereka adalah saksi bahkan bagian dari perjuangan Indonesia untuk bersatu dan menjauhi semua perselisihan tersebut bahkan sejak sebelum deklarasi kemerdekaan.
Penetapan Hari Santri pada 22 Oktober pun menjadi relevan ketika pada pekan berikutnya 28 Oktober diperingati sebagai Hari Sumpah Pemuda.
Sebagai bagian dari sejarah perjuangan bangsa, santri dan pesantren pun mengambil peran yang besar kini dalam upaya pembumian Pancasila.
Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), Yudian Wahyudi, sepakat akan hal itu. Ia mengatakan, peran santri dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia tak bisa dinafikkan.
Sehingga, karena itulah dia sangat senang bisa bekerja sama dengan GP Ansor sebagai salah satu organisasi pemuda Islam, sekaligus kalangan santri terbesar di tanah air bersama membumikan Pancasila.
"Sebetulnya santri itu adalah pahlawan, ini sudah diakui oleh pemerintah. Tentu kita akan terus memberikan dukungan penuh atas keberadaan santri di Indonesia, dan kebetulan hari ini juga bertepatan dengan peringatan Sumpah Pemuda. Kegiatan ini juga dalam penguatan benih-benih ideologi Pancasila bagi seluruh pemuda Indonesia,” kata dia.
Mantan rektor UIN Sunan Kalijaga itu juga mengatakan, sebetulnya santri itu adalah pahlawan, dan keberadaannya sudah diakui pemerintah.
“Tentu kita akan terus memberikan dukungan penuh atas keberadaan santri di Indonesia," imbuhnya.
Bertolak dari itu, santri layaknya menjadikan bangsa ini untuk menelaah kembali tentang arti pentingnya belajar mentradisikan suatu ideologi. Mereka setidaknya telah membuktikan bahwa mengkulturkan cinta tanah akan melahirkan generasi yang rela berkorban untuk bangsa dan negaranya.
Jangan tanyakan kepada santri tentang cinta Tanah Air, sebab pada mereka Pancasila tak sekadar ada di Bumi melainkan di hati setiap diri.