Jembrana (ANTARA) - Gubernur Bali Wayan Koster melepas ekspor kakao fermentasi sebanyak 10 ton ke Osaka, Jepang, yang dihasilkan para petani kakao dari Subak Abian Dwi Mekar, Desa Poh Santen, Kabupaten Jembrana.
"Pelepasan ekspor biji kakao fermentasi Bali khas Jembrana ini ke Jepang adalah salah satu implementasi dari lima bidang prioritas dalam Pola Pembangunan Semesta Berencana Menuju Bali Era Baru dalam visi Nangun Sat Kerthi Loka Bali," kata Koster saat pelepasan ekspor kakao tersebut, di Jembrana, Kamis.
Apalagi, lanjut dia, saat ini sedang diprioritaskan dalam pemulihan perekonomian di masa pandemi COVID-19 yang salah satunya di bidang pangan, selain bidang kesehatan dan pendidikan, bidang jaminan sosial dan ketenagakerjaan, maupun pariwisata dan sebagainya.
"Dengan ekspor biji kakao fermentasi itu, artinya pertanian Bali masih menjadi primadona dan komoditas ekspor yang didambakan dunia di tengah pandemi COVID-19," pada acara yang juga dihadiri Wagub Bali Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati, anggota DPR Komisi IV Made Urip, serta Bupati Jembrana I Putu Artha dan Wabup Jembrana I Made Kembabf Hartawab itu.
Untuk menjaga potensi kakao ini tetap lestari dan memberikan manfaat secara ekonomi kepada petani, Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Bali pada 2020 ini telah mengalokasikan bantuan pohon kakao sebanyak 100.000 pohon dengan luas 100 hektare. Sebanyak 10.000 pohon diantaranya dialokasikan di Subak Abian Dwi Mekar, Desa Poh Santen. Kemudian ada juga bantuan bibit kelapa gajah 12.000 pohon dengan luas 100 hektare yang tersebar di beberapa subak abian.
Baca juga: Koster: bebaskan Bali dari tengkulak di tengah pandemi COVID-19
Selanjutnya ada bantuan alat pasca-panen kakao yang berlokasi di Unit Pengolahan Hasil Amerta Urip, Subak Abian Dwi Mekar, Desa Poh Santen berupa bangunan pengolah hasil, unit pengering solar drayer, dan kotak fermentasi serta timbangan duduk.
"Dulu waktu saya menjadi Calon Gubernur Bali, sempat berkunjung ke perkebunan kakao ini, saya lihat kualitasnya bagus, dan sudah saya prediksi waktu itu potensi kakao Bali khas Jembrana ini luar biasa," ujarnya.
Oleh karena itu, sehingga dulu dirinya berpikir perlu didukung perkebunan ini dari hulu dan hilir. "Ternyata hilirnya sudah bergerak sendiri sampai ke Eropa, sehingga sekarang yang perlu kita tingkatkan adalah produksinya, dan lahannya diperluas," ucapnya.
Untuk di hulunya, Gubernur Bali jebolan ITB ini mengharapkan aspek budidaya kakao perlu terus diintensifkan.
Selanjutnya subak abian ini diharapkan membentuk koperasi-koperasi pengolahan dan pemasaran hasil seperti Koperasi Kertha Semaya Semaniya di Desa Nusasari, Kecamatan Melaya yang mampu memproduksi kakao olahan dan telah berhasil menembus pasar dunia, seperti Prancis, Finlandia, dan Jepang.
Baca juga: BI Bali dorong kakao Jembrana jadi primadona ekspor
Dengan membentuk wadah koperasi, Koster meyakini akan memudahkan para petani untuk koordinasi dan untuk pembinaan, serta dapat menggerakan anggota dalam kerjasama dalam pengelolaan dan pemasaran hasil
Sementara itu, Kadis Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Bali Ida Bagus Wisnuardhana mengatakan di Kabupaten Jembrana memiliki potensi yang sangat besar untuk pengembangan komoditas perkebunan, yang diantaranya seperti komoditas kelapa, kakao, cengkeh, dan vanili.
Dia menambahkan, Jembrana merupakan kabupaten dengan luasan kebun kakao terbesar di Bali yang mencapai 43,25 persen, sekaligus merupakan kabupaten yang memiliki fokus untuk mewujudkan kakao fermentasi di Bali.
Kakao Jembrana harganya sangat spesifik berkisar antara Rp58.000 sampai 60.000 per kilogram dan mungkin ini merupakan harga kakao fermentasi termahal di Indonesia.
Dari total produksi kakao Bali yang mencapai sekitar 4.849 ton, target biji kakao yang diolah menjadi kakao fermentasi pada tahun ini sekitar 1.000 ton, dan akan dipenuhi sekurangnya 600 ton dari Kabupaten Jembrana untuk kebutuhan pasar ekspor, seperti yang diagendakan hari ini me-launching sebanyak 10 ton kakao fermentasi ke Osaka Jepang.
"Gambaran ekspor kakao fermentasi pada hari ini membuka mata kita bahwa sektor pertanian, khususnya sub sektor perkebunan masih tetap eksis pada situasi pandemi COVID-19," ujar Wisnuardhana.