Jakarta (ANTARA) - Tahun Baru Islam yang diperingati setiap 1 Muharram biasanya menjadi waktu yang tenang untuk merenung bagian sebagian umat muslim.
Sebagian umat muslim biasanya mengunjungi masjid, berdoa untuk kesejahteraan dan menghabiskan waktu bersama keluarga dan orang-orang terdekat.
Di Jeddah, Arab Saudi, para muslim memiliki tradisi menyajikan segelas susu di pagi hari. Tujuannya, agar sisa tahun tetap bersih dan putih. Lalu di siang hari, mereka menyajikan makanan yang didominasi warna hijau (Mulukhia) dengan harapan sisa tahun tahun akan diberkati).
Di Indonesia, sebagian muslim berkirim ucapan selamat tahun baru dan saling mendoakan kebaikan satu sama lain baik itu melalui pesan elektronik ataupun cuitan di media sosial.
Masyarakat di Semarang, umumnya menyajikan tumpeng dengan berbagai lauk pauk dan menggelar perayaan. Nantinya, tumpeng akan disantap bersama-sama dalam balutan tradisi "Kembul Bujana".
Lalu, ada juga muslim yang memperingati hari penting, 10 Muharram atau yang dikenal sebagai Asyura yakni saat pertempuran Karbala terjadi pada 61 H dari kalender Islam.
Pertempuran itu mempertemukan tentara kalifah Umayyah kedua Yazid I dan pasukan kecil yang dipimpin Hussein ibn Ali, cucu Nabi Muhammad SAW. Hussein terbunuh di pertempuran itu.
Muslim di Timur Tengah yang menganut Syiah biasanya saat itu menunjukkan kesedihan atas meninggalnya Hussein, sementara muslim Sunni akan mengucapkan doa pujian kepada nabi untuk menghormatinya.
Di Indonesia, sebagian muslim di berbagai daerah biasanya menyajikan kuliner khas di tanggal itu. Umat Islam di Gorontalo misalnya, yang akan menyajikan kue apangi atau apem yang berbahan dasar tepung beras dan gula merah. Gula merah melambambangkan keberanian atau pengorbanan sementara kue apem berwarna putih sebagai simbol kesucian.
Di sisi lain, muslim Ki Gede Ing Suro Kota Palembang umumnya menyajikan bubur suro. Bubur ini ditambah berbagai bumbu seperti bawang putih, bawang merah, ketumbar, merica, garam, kecap, bumbu sop dan minyak makan.