Jakarta (ANTARA) - Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) tak ingin kehilangan potensi pasar wisata khususnya wisman dari Australia ke Indonesia yang selama ini tergolong memberikan kontribusi besar pada total jumlah wisman ke tanah air.
Deputi Bidang Pemasaran Kemenparekraf/Baparekraf Nia Niscaya, Rabu, mengatakan pentingnya melakukan “update product” wisata ke pasar Australia.
“Untuk itulah kami kembali mengadakan international webinar bertajuk Bali COVID-19 Safety Update guna menyampaikan kebijakan serta informasi terkini mengenai destinasi wisata di Indonesia. Webinar kali ini secara khusus ditujukan untuk pasar Australia dan diikuti lebih dari 100 peserta dari industri travel di Australia,” katanya.
Nia mengatakan, tujuan dari webinar ini adalah untuk menjaga kepercayaan terhadap citra pariwisata Indonesia serta memfasilitasi industri-industri pariwisata Australia dengan Indonesia untuk mempertahankan hubungan kerja sama dalam menghadapi pariwisata di era normal baru.
"Australia adalah pasar yang penting bagi Indonesia, terutama Bali," kata Nia Niscaya.
Turut hadir dalam webinar tersebut Wakil Gubernur Bali Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati, Direktur Konstruksi dan Operasi ITDC Ngurah Wirawan, serta Founder & Director Ubud Food Festival dan Ubud Writers and Readers Festival, Janet DeNeefe.
Berdasarkan data 2019, Australia merupakan penyumbang wisatawan terbesar kedua ke Bali setelah Cina. Tercatat tahun lalu wisman asal Australia yang berkunjung ke Bali sebanyak 1.241.128 orang.
Karena itu penting bagi Indonesia untuk dapat terus menjalin kerja sama dengan mitra-mitra industri pariwisata dari Australia. Termasuk dengan terus memberikan "product update" kepada industri di Australia terkait apa yang sudah dikerjakan oleh Indonesia termasuk pemerintah daerah untuk mempersiapkan destinasi wisata dan menyambut kembali kunjungan wisatawan kelak.
"Dengan demikian pariwisata Indonesia diharapkan menjadi 'top of mind' dalam pilihan calon wisatawan, khususnya Australia," kata Nia.
Nia mengatakan saat ini Indonesia terus berupaya dengan maksimal dalam menekan penyebaran virus COVID-19. Termasuk di Bali, salah satu destinasi wisata terbaik dunia.
Kemenparekraf sendiri telah menyiapkan “handbook” yang mengacu kepada standar global sebagai panduan teknis untuk pelaku usaha di sektor pariwisata dan ekonomi kreatif. “Handbook” ini merupakan turunan yang lebih detil dari protokol yang sedang disusun oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes) berdasarkan masukan dari Kemenparekraf untuk sektor pariwisata dan ekonomi kreatif.
Dengan diterapkannya protokol ini dengan baik, diharapkan dapat meningkatkan kepercayaan wisatawan. Hal ini sangat penting karena “gaining trust” atau “confidence” adalah kunci dalam percepatan pemulihan, jadi harus sangat diperhatikan dan diimplementasikan.
"Kami akan memastikan yang terbaik untuk kebutuhan wisatawan nantinya di era normal baru. Kami optimistis dapat menyambut wisatawan kembali dengan pengalaman serta daya tarik yang baru nantinya," kata Nia.
Ngurah Wirawan selaku pengelola kawasan Nusa Dua mengatakan, pihaknya telah siap untuk melaksanakan protokol kenormalan baru di sektor pariwisata. Mulai dari pintu masuk kawasan, saat wisatawan melakukan check in di hotel atau resort, di tempat aktivitas, serta saat mereka check out.
"Semuanya dilakukan dengan protokol yang mengedepankan faktor kebersihan, kesehatan dan keamanan. Namun dikemas dengan tetap konsep yang menyenangkan," kata Ngurah.
Protokol-protokol ini nantinya tidak hanya ditujukan bagi para wisatawan, namun juga staf serta seluruh pihak yang berada di kawasan Nusa Dua. Sehingga wisatawan benar-benar nyaman menikmati berbagai atraksi dan destinasi yang ada di Nusa Dua.
Sementara Wakil Gubernur Bali Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati mengatakan, Pemerintah Provinsi Bali masih belum menentukan kapan tepatnya pariwisata di Bali akan dibuka. Hingga saat ini pemerintah provinsi masih fokus dalam upaya menekan penyebaran COVID-19 dengan terus bersinergi dengan masyarakat dan komunitas lokal termasuk pecalang.
Ia mengatakan sedikitnya ada 11 indikator yang harus dapat dipenuhi untuk dapat membuka lagi pariwisata di Bali. Diantaranya adalah jumlah kasus positif COVID-19 berkurang selama 14 hari terakhir sejak puncak tertinggi kasus, serta meningkatnya jumlah pasien yang sembuh dari COVID-19.
"Selama kasus infeksi bisa ditekan, dan itu yang menjadi fokus kita saat ini hingga nantinya waktu yang tepat untuk membuka kembali destinasi wisata," kata Tjokorda Oka.
Di saat yang bersamaan, Pemprov Bali bersama-sama masyarakat dan seluruh pemangku kepentingan di sektor pariwisata dan ekonomi kreatif menyiapkan diri dalam menghadapi era normal baru.
"Kami berharap nantinya wisatawan Australia dapat kembali berwisata dan mengeksplorasi keindahan Bali dalam nuansa dan tatanan kenormalan baru yang kami persiapkan dengan baik," kata Tjokorda Oka.