Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta fitur "JAGA Bansos" yang baru diluncurkan menjadi saluran bagi masyarakat untuk berperan aktif mengawal penyaluran bantuan sosial (bansos) dalam penanganan pandemi COVID-19.
“Kami berharap masyarakat bisa percaya untuk memberikan informasi melalui fitur "JAGA Bansos" ini, karena ini bisa jadi saluran bagi masyarakat untuk berperan aktif mengawal pengalokasian bansos dan mencegah potensi terjadinya korupsi," kata Ketua KPK Firli Bahuri saat meluncurkan fitur "JAGA Bansos" melalui konferensi pers daring melalui akun Youtube KPK, Jumat.
Diketahui, KPK telah resmi menambahkan fitur "JAGA Bansos" dalam "platform" pencegahan korupsi JAGA. Aplikasi JAGA (JAGA Apps) bisa diunduh melalui gawai dengan sistem operasi Android ataupun iOs. Selain melalui gawai, masyarakat juga bisa mengakses JAGA melalui situs https://jaga.id.
Baca juga: Presiden minta KPK ikut dampingi penyaluran bansos COVID-19
"Masyarakat bisa menggunakan fitur baru ini untuk melaporkan dugaan penyimpangan/penyalahgunaan bantuan sosial. Tak hanya itu, "JAGA Bansos" juga menyediakan informasi tentang bansos," ucap Firli.
Ia mengatakan keluhan atau laporan yang masuk ke "JAGA Bansos" akan diterima KPK kemudian diteruskan kepada pemerintah daerah (pemda) terkait.
"KPK meneruskan informasi dari masyarakat melalui unit Koordinasi Wilayah (Korwil) pencegahan. Selanjutnya, KPK akan memonitor tindak lanjut penyelesaian laporan dan keluhan masyarakat tersebut," tuturnya.
Ia mengungkapkan penambahan fitur "JAGA Bansos" sebagai upaya tambahan yang dilakukan KPK dalam melakukan langkah-langka antisipatif pencegahan korupsi. KPK telah memitigasi titik-titik rawan korupsi dalam penanggulangan pandemi COVID-19.
KPK mengidentifikasi yang menjadi salah satu titik rawan adalah terkait penyelenggaraan bantuan sosial sebagai bagian dari Jaring Pengaman Sosial (JPS). Pemerintah pusat dan daerah telah melakukan realokasi anggaran dalam jumlah yang sangat signifikan untuk JPS.
"Di tingkat pusat dari alokasi anggaran Rp405 triliun, bansos merupakan bagian dari komponen JPS senilai Rp110 triliun. Sedangkan, dari realokasi anggaran pemerintah daerah sebesar Rp67,32 triliun, tercatat Rp25 triliun akan diberikan dalam bentuk bansos kepada masyarakat," kata Firli.
Baca juga: Akademisi: Jokowi-Ma'ruf harus tingkatkan kepercayaan masyarakat
Alokasi bansos lainnya bersumber dari Dana Desa yang mengalokasikan secara berjenjang, yaitu 25 persen-35 persen dari besaran dana desa atau senilai total Rp21 triliun.
"Selama ini pemerintah pusat telah memberikan bansos regular berupa Program Keluarga Harapan (PKH), Bantuan Pangan Nontunai (BPNT), dan Bantuan Langsung Tunai (BLT). Dengan adanya pandemi maka cakupan penerima bantuan diperluas dan besaran bantuan diperbesar," ujar dia.
Di samping itu, juga diperkenalkan bantuan baru yaitu, bansos sembako dan tunai untuk wilayah Jakarta, Bodetabek, dan luar Jabodetabek.
"Di tingkat daerah pemberian bansos juga dilakukan oleh pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten dan kota yang bersumber dari realokasi APBD. Maka, saat ini setidaknya ada tujuh jenis bantuan yang ditujukan untuk masyarakat yang miskin dan rentan menjadi miskin karena pandemi," ucap dia.
Dalam pelaksanaannya, KPK menemukan bahwa penyaluran tujuh jenis bansos ini menimbulkan kegaduhan di masyarakat di sejumlah daerah, salah satu persoalan utama adalah Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) yang belum diperbaharui oleh pemda.
"Selain itu, KPK menemukan pemahaman yang keliru tentang penerima manfaat bansos. Karenanya, KPK memandang penting untuk memberikan edukasi kepada masyarakat tentang jenis bansos, kriteria penerima bantuan, dan bahwa masyarakat tidak menerima semua jenis bansos," tuturnya.