Denpasar (ANTARA) - Majelis hakim PN Denpasar memvonis seorang sukarelawan asal Jepang, Kato Toshio (57), dengan hukuman lima tahun penjara, karena kasus pencabulan terhadap lima orang anak pendidikan anak usia dini (PAUD), dalam persidangan melalui teleconference, di PN Denpasar, Bali.
"Mengadili, menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana penjara selama lima tahun, dan denda Rp5 juta dengan ketentuan apabila tidak dibayar, maka diganti tiga bulan kurungan," kata majelis hakim yang dipimpin oleh IGN Putra Atmaja, di PN Denpasar, Kamis.
Hakim mengatakan terdakwa telah terbukti bersalah melakukan tindak pidana, yaitu melakukan tipu muslihat, melakukan serangkaian kebohongan atau membujuk anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul.
Perbuatan terdakwa tersebut telah diatur dan diancam dalam Pasal 76 E jo Pasal 82 ayat (4) UU RI Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Perubahan Kedua UU tentang Perlindungan Anak.
Vonis yang diterima terdakwa lebih ringan dari tuntutan yang dilayangkan jaksa penuntut umum (JPU) Hevy yang sebelumnya menuntut terdakwa dengan pidana penjara selama tujuh tahun dan denda Rp5 juta subsider tiga bulan kurungan.
Sementara itu, atas vonis tersebut, dalam persidangan penasihat hukum terdakwa menyatakan pikir-pikir, begitu juga JPU menyatakan pikir-pikir.
Sebelumnya, dalam uraian surat dakwaan JPU mengatakan sejak bulan Februari 2018 terdakwa menjadi sukarelawan di PAUD yang beralamat di Jalan Tukad Badung XIV Renon, Denpasar.
Terdakwa bertugas membantu menyiram tanaman, memotong rumput, kayu, memperbaiki fasilitas yang rusak dan mengecat pintu gerbang serta menggantikan tukang masak untuk anak-anak PAUD apabila tukang masak khusus libur atau tidak masuk kerja.
Selama menjadi sukarelawan, terdakwa juga tinggal di salah satu kamar yang ada di PAUD Central.
Jaksa menjelaskan bahwa aksi pencabulan terjadi sekitar bulan Januari 2019 sampai April 2019 pada waktu istirahat siang. Selain itu, anak-anak korban itu sering bermain ke kamar terdakwa, karena sering diberi hadiah seperti boneka, buah, kue, cokelat dan mainan, sehingga tidak menyadari perbuatan terdakwa terhadap mereka adalah perbuatan cabul.
Hingga pada 17 Maret 2019, perbuatan terdakwa akhirnya diketahui oleh orang tua anak korban, karena anak korban menceritakannya dan langsung melaporkan kejadian tersebut kepada pihak kepolisian.