Denpasar (Antara Bali) - Asosiasi Perusahaan Perjalanan Indonesia (Association of the Indonesia Tours and Travel Agencies/Asita) menilai pelayanan di Bandar Udara Ngurah Rai terkesan "kampungan" sehingga tak layak menyandang predikat sebagai bandara berkelas internasional.
"Renovasi dan penambahan fasilitas saja sudah menghabiskan biaya Rp2,3 triliun, tapi pengelolaannya masih 'kampungan'," kata Ketua DPD Asita Bali, Aloysius Purwa di Denpasar, Kamis.
Ia mengungkapkan beberapa bukti tidak profesionalnya pengelolaan bandara, di antaranya ruang tunggu penumpang tidak nyaman, pungutan liar terhadap pengguna troli, dan maraknya penawaran jasa penukaran uang asing kepada wisatawan mancanegara yang baru datang.
"Untuk penumpang pesawat domestik dikenai 'airport tax' Rp40 ribu, sedangkan penumpang internasional Rp150 ribu. Tetapi mereka 'keleleran' di ruang tunggu karena kapasitas tempat duduk yang sangat terbatas," ucapnya.
Demikian halnya untuk troli. "Masih banyak orang-orang yang menawarkan jasa pengambilan troli. Biarkan saja penumpang mengambil sendiri troli," papar Purwa.
Terkait maraknya orang yang menawarkan jasa penukaran uang asing, sebut dia, membuat para turis asing tidak nyaman. "Angkasa Pura (pengelola Bandara Ngurah Rai) bisa menunjuk satu bank untuk memberikan pelayanan penukaran uang, sehingga kesannya tidak kampungan begitu," tukasnya, menegaskan.
Dia mencontohkan beberapa bandara internasional di negara lain. "Airport tax di Amsterdam (Belanda) dan di Changi (Singapura) sepadan dengan pelayanan yang diberikan. Di Amsterdam setiap orang yang mengambil troli dikenai 1 Euro. Tapi begitu troli dikembalikan, uang itu juga kembali," katanya.
Yang membuat Asita meradang adalah pungutan pengalungan bunga kepada wisatawan yang baru tiba di Bandara Ngurah Rai. Agen perjalanan wisata yang mengalungkan bunga kepada tamunya dikenai tarif oleh pengelola bandara sebesar Rp30.000-1.250.000.(M038)
Asita Nilai Pelayanan Bandara Ngurah Rai "Kampungan"
Kamis, 2 Februari 2012 16:42 WIB