Denpasar (ANTARA) - Anggota biro perjalanan wisata yang bernaung dalam Association of The Indonesian Tours and Travel Agencies (Asita) Bali menggelar rapat kerja daerah yang akan membahas empat hal utama, antara lain potongan harga tiket masuk DTW.
Ketua DPD Asita I Putu Winastra mengatakan poin utama adalah menyuarakan harapan anggota asosiasi agar mendapat potongan harga tiket masuk ke daya tarik wisata (DTW), sebab secara tidak langsung agen sudah membantu mendatangkan banyak kunjungan.
“DTW di Bali dikelola banyak pihak, ada yang swasta, ada desa adat, dan ada pemerintah, selama ini harga tiket masuk kan semua sama, ketika anggota kami bisa bawa 10.000 wisatawan masa harganya sama dengan yang datang satu kali dan membawa satu orang,” kata dia di Denpasar, Selasa.
Topik utama ini dinilai penting, sebab 300 anggota biro perjalanan wisata ini resmi bernaung di bawah Asita Bali dan sudah memenuhi peraturan daerah, sehingga semestinya mendapat keistimewaan.
Baca juga: Asita Bali daftarkan 500 agen wisata untuk bantu tarik pungutan wisman
“Nanti kami akan membawa hasil rakerda sebagai masukan ke Pemprov Bali melalui dinas pariwisata, misal contoh satu DTW tiketnya Rp100.000 paling tidak kami dapat 10 persen,” ujar Winastra.
Selain perihal berharap adanya potongan harga bagi agen pariwisata yang resmi di bawah asosiasi, dalam rapat kerja yang berlangsung mulai Rabu, 17 April 2024 mereka akan berdiskusi perihal penegakan hukum bagi oknum yang tindakannya mempengaruhi pariwisata Bali.
Topik ketiga mengenai keinginan biro perjalanan wisata agar diberi kesempatan promosi di dalam maupun luar negeri yang lebih baik, sebab mereka menemukan beberapa agen di luar asosiasi justru ikut memperoleh program ini.
Kemudian terakhir, rapat kerja mereka tahun ini akan fokus memberikan pelayanan yang baik di bandara, dengan berencana memperjuangkan agar tersedia zona khusus agen perjalanan di terminal internasional.
Baca juga: Asita Bali usul layanan fast track imigrasi diatur resmi untuk hentikan pungli
“Kita perjuangkan agar ada zona khusus yang mungkin disiapkan untuk menempatkan penjemput di suatu tempat, sehingga kita bisa melihat wisatawan ditangani biro perjalanan atau mereka hanya mengandalkan internet, lalu area kedatangan internasional utamanya tidak seperti stasiun bus yang teriak-teriak,” ujar Winastra.
Asita Bali melihat saat ini kebutuhan wisatawan terhadap biro perjalanan wisata tak sebesar 1990-an, namun 50 persen dari mereka tetap membutuhkan agen sehingga butuh banyak dukungan untuk mempertahankan eksistensinya.
Dari keseluruhan anggota, Winastra menyebut 76 persen dari pemilik biro adalah orang lokal Bali, 20 persen pebisnis nasional luar Bali, dan 4 persen internasional.
“Oleh karena itu kami sangat berkepentingan memperjuangkan karena ketika biro perjalanan wisata tidak diperjuangkan maka kami tergeser,” katanya.