Oleh I Komang Suparta
Denpasar (Antara Bali) - Wacana pemerintah akan melanjutkan proyek eksplorasi geotermal di kawasan hutan Bedugul, Kabupaten Tabanan, Bali, akan menimbulkan kembali pro dan kontra di tengah masyarakat.
Sebab, proyek dibangun sejak 1995 yang membabat hutan lindung di kawasan Bedugul itu sudah mendapatkan perlawanan dari elemen masyarakat, sehingga proyek tersebut hingga kini mangkrak.
Bahkan perlawanan dari elemen masyarakat tersebut disahkan oleh DPRD dan Pemerintah Provinsi Bali oleh Dewa Made Beratha saat menjabat Gubernur Bali dengan mengeluarkan surat rekomendasi penolakan terhadap ekplorasi geotermal itu.
Namun, dengan gencarnya pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) untuk mencari energi terbarukan dengan biaya murah untuk pembangkit listrik, di antaranya melalui sumber energi panas bumi (geotermal) dan sinar matahari.
Untuk di Bali penolakan geotermal tersebut sudah jelas-jelas disampaikan dari kalangan masyarakat, yaitu anggota DPRD maupun dari aktivis Wahana Lingkungan Hidup (Walhi).
Begitu juga kalangan DPRD Bali belum menanggapi pemaparan pemerintah pusat akan melakukan eksporasi panas bumi atau geotermal di kawasan Bedugul itu.
"Pemerintah pusat melalui Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Jero Wacik, sah-sah saja membicarakan akan mengekplorasi geotermal Bedugul tersebut," kata Sekretaris Komisi III DPRD Bali I Gusti Made Suryantha Putra.
Ia mengatakan, proyek tersebut sudah dimulai sejak 1995, namun hingga kini warga masyarakat Bali tidak menginginkan ada eksplorasi dan pembabatan hutan di daerah tersebut.
"Karena dari konsep budaya Bali, bahwa 'hulu' (gunung dan hutan) adalah kawasan yang disakralkan, dimana kawasan ini juga sebagai sumber air kehidupan. Jika sampai ini rusak maka kehidupan dan keharmonisan akan terganggu," ucapnya.
Hal inilah, kata dia, yang mendasari mengapa sebagian besar warga dan elemen masyarakat untuk menolak geotermal Bedugul.
"Kalau tempat geotermal tersebut tidak dipegunungan mungkin saja warga masyarakat Bali tidak mempermasalahkan proyek tersebut. Kenyataan inilah menjadikan warga bersikukuh untuk menolak geotermal," katanya.
Bahkan, kata Suryantha Putra, surat secara resmi atas nama rakyat Bali untuk menolak geotermal Bedugul sudah pernah dilayangkan oleh Dewa Made Beratha menjabat Gubenur Bali.
Menurut dia, pemerintah boleh saja mencontohkan pemanfaatan geotermal di Eropa untuk pembangkit listrik, bahkan dikatakan ramah lingkungan.
"Tapi dari pengalaman yang pernah dilihat pembangkit listrik tenaga gas (PLTG) di Dieng, Jawa Tengah kawasan sekitarnya menjadi kering dan gersang. Hal inilah yang menjadikan trauma warga masyarakat pemanfaatan geotermal," ucap politikus PDIP.
Ia mengaku, selaku wakil rakyat belum berani bersikap terhadap rencana melanjutkan proyek geotermal itu. Walau pemerintah telah memaparkan manfaat dari geotermal Bedugul, yang nantinya bisa menghasilkan listrik mencapai 165 MW.
"Kami perlu minta pendapat lagi dengan masyarakat. Kami tidak berani memutuskan secara pihak. Karena kelangsungan kehidupan Bali adalah untuk masyarakat sendiri," ujarnya.
Hal senada juga diungkapkan Ketua Komisi I DPRD Provinsi Bali Made Arjaya menyatakan, menolak eksploitasi pembangunan proyek geotermal, karena sebelumnya sudah ada rekomendasi gubernur dan dewan untuk menyatakan menolak pembangkit listrik panas bumi Bedugul.
"Kami secara tegas menolak rencana melanjutkan proyek geotermal di kawasan Bedugul, karena dianggap telah bertentangan dengan budaya dan agama," kata Arjaya.
Ia mengaku kecewa dengan sikap pemerintah, yang disampaikan melalui Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jero Wacik pada acara kunjungan bersama dengan Panja Sektor Hulu Listrik DPR-RI itu, Kamis (15/12).
"Kita menyadari akan kebutuhan listrik di Bali ke depannya semakin meningkat. Tapi tidak mesti harus geotermal Bedugul yang sudah bertentangan dengan budaya dan agama dipaksakan untuk beroperasi," ujar Politikus asal Desa Sanur, Kota Denpasar.
Arjaya mengatakan, untuk mendapatkan energi listrik yang dibutuhkan di Bali tidak mesti dengan mengorbankan gunung atau hutan, karena pasokan energi listrik bisa didatangkan dari Jawa.
"Masyarakat Bali sangat menyucikan dan menyakralkan gunung serta hutan, karena tempat ini dipercaya sebagai sumber kehidupan. Terus, dengan adanya pengeboran panas bumi, berarti telah merusak kesucian warga Pulau Dewata tersebut," katanya.
Menurut dia, pemerintah sah-sah saja untuk mencari energi alternatif untuk pengerak pembangkit listrik. Tapi jangan korbankan kepentingan rakyat dan budaya masyarakat setempat.
Sementara itu, Gubernur Bali Made Mangku Pastika mengaku belum bersikap menyetujui atau menolak rencana kelanjutan eksplorasi pembangkit listrik tenaga panas bumi itu.
"Saat ini, saya belum pada posisi mengambil keputusan. Sebelum saya berbicara iya atau tidak, saya harus berbicara dulu dengan berbagai pihak," katanya.
Dikatakan, untuk mengambil keputusan, pihaknya harus memulai dulu dengan mengambil aspirasi dari masyarakat.
Ia menambahkan, proyek geotermal Bedugul yang mulai dibangun sejak 16 tahun lalu dalam perjalanannya telah menuai pro dan kontra. Bahkan, Gubernur Bali periode sebelumnya pun telah jelas-jelas menolak kelanjutan eksplorasi pembangunan pembangkit listrik tenaga panas bumi tersebut.
"Saya pun, sebelumnya telah menolak. Setelah acara ini, saya yakin akan kembali ada berbagai wacana dari masyarakat Bali. Harapan saya, masyarakat dapat menanggapi dengan kepala dingin. Biarkan isunya bergulir untuk kemudian dapat ditampung menjadi sebuah keputusan," ucapnya.
Gubernur Pastika memang tidak memungkiri tingkat konsumsi listrik di Pulau Dewata tergolong tinggi, saat ini tercatat konsumsi listrik sebesar 785 kwh per kapita setiap tahunnya atau lebih tinggi dibandingkan konsumsi listrik untuk Indonesia yang hanya 591 kwh per kapita/tahun.
"Melihat aktivitas perekonomian masyarakat Bali dengan tingkat pertumbuhan ekonomi akhir-akhir ini sebesar enam persen, dan tingkat listrik berkisar antara 10-11 persen. Diramalkan beban puncak pada 2017 menjadi sebesar 1.095 megawatt atau dua kali lipat beban puncak pertengahan tahun ini yang tercatat sebesar 548 megawatt," ujarnya.
Mangku Pastika mengatakan, untuk tahun ini rasio elektrifikasi di Bali mengalami peningkatan dari 72 persen menjadi 79,9 persen. Hal tersebut bermakna masih ada 20,1 persen rumah tangga yang belum terjangkau pelayanan listrik.
Walhi Bali
Aktivis Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Bali menyatakan menolak jika panas bumi atau geotermal di kawasan hutan lindung Bedugul, kabupaten Tabanan dieksplorasi.
Koordinator Dewan Daerah Walhi Bali Wayan Suardana mengatakan, alasan Kementerian ESDM melakukan eksplorasi geotermal Bedugul untuk keamanan pasokan energi di Bali terutama demi keamanan pasokan listrik sangat tidak masuk akal.
"Hingga saat ini pihak Kementerian ESDM belum melakukan kajian yang mendalam tentang ancaman krisis listrik di Bali hingga tahun 2025. Kajian atau analisis tentang ancaman krisis listrik saat ini sangat tidak masuk akal karena selama ini pasokan listrik di Bali relatif aman, tinggal mengoptimalkan apa yang sudah ada," ujarnya.
Menurut Suardana, secara faktual pasokan listrik di Bali saat ini sebanyak 600 megawatt (MW). Jumlah yang dipakai saat ini hanya mencapai 570 MW saat beban puncak.
Belum lagi pembangunan "Bali Crossing" yang menghasilkan 1.500 MW. Belum lagi pembangunan PLTG di Celukan Bawang dengan menghasilkan daya yang cukup besar mendekati 1.000 MW serta beberapa potensi lain yang bisa dikembangkan tanpa merusak lingkungan hidup atau membabat hutan dan sejenisnya.
Walhi Bali patut mempertanyakan untuk apa eksplorasi di Bedugul kalau yang membutuhkan bukan masyarakat kecil tetapi demi kepentingan investasi kaum elit.
Selama ini, kata dia, mestinya pihak terkait perlu juga mempublikasikan jika pengguna listrik terbesar berasal dari industri pariwisata dan perhotelan di Bali.
Itupun bila dimaksimalkan seluruh potensi yang ada maka tidak perlu melakukan eksplorasi geotermal yang bisa merusak lingkungan hidup.
"Bila eksplorasi itu terjadi maka ancaman krisis air akan terjadi di depan mata," kata Suardana.
Energi Alternatif
Menteri ESDM Jero Wacik mengatakan, sudah saatnya dipikirkan energi alternatif yang ramah lingkungan dengan biaya murah.
Menurut dia, solusinya adalah energi gas, panas bumi (geotermal) dan energi matahari.
"Mobil kita, motor kita dan listrik itu pakai apa?. Ke mana kita, ya beralih ke energi lain. Kita punya banyak gas dan panas bumi. Indonesia punya 40 persen energi panas bumi dunia," katanya bersemangat.
Untuk memanfaatkan hal itu, Wacik mengaku akan mengoptimalkan teknologi yang dimiliki. Di balik banyaknya gunung merapi yang menimbulkan bencana di Indonesia, ternyata terpendam energi panas bumi.
"Untuk di Bali ada geotermal Bedugul. Namun kini masih belum beroperasi karena ada statemen penolakan dari masyarakat Bali. Untuk itu kita buat studi ulang. Kekeliruan kita perbaiki. Kita percepat berproduksi. Tetapi tetap jaga hutan, air dan listrik (energi geotermal), sehingga ketiganya kita dapatkan," katanya.
Pihaknya berjanji akan mendatangi semua pihak yang berkepentingan, baik yang menolak maupun yang mendukung untuk terus melakukan diskusi, melakukan sosialisasi agar potensi panas bumi (geotermal) yang ada di Bedugul bisa dieksplorasi demi ketahanan listrik masa depan Bali.
Untuk mempermudah eksplorasi, Wacik berjanji akan memberikan secara gratis listrik bagi seluruh warga dalam radius 10 kilometer dari pusat eksplorasi.
Hal itu berarti beberapa desa yang ada di kawasan Bedugul akan mendapatkan pasokan listrik gratis asalkan warga mau ikut bekerja dengan caranya sendiri untuk mensukseskan eksplorasi panas bumi di kawasan Bedugul.
Selain pemberian listrik secara gratis, Wacik juga berjanji akan menanggung semua biaya penyelenggaraan upacara agama di seluruh pura yang ada di radius yang sama, sehingga masyarakat bebas dari biaya-biaya yang diperuntukkan bagi upacara agama agar masyarakat tidak terbebani lagi dengan biaya-biaya upacara agama.
Dikatakan, dengan melakukan eksploitasi secara maksimal di tiga sumber di Bedugul, maka daya yang akan dihasilkan sebanyak 165 MW dan dengan daya tersebut akan memperbesar kebutuhan energi listrik di Bali.
Ia juga menjamin dalam melakukan eksplorasi tersebut tetap menjaga kondisi lingkungan hidup, hutan tetap dijaga dan sumber air tetap terpelihara.
"Terlebih warga masyarakat sekitar tetap melakukan reboisasi hutan dan menjaga kelestarian lingkungan sekitar," katanya.
Panas bumi yang ada di kawasan Bedugul tersebut adalah termasuk dari 28 titik potensi panas bumi di kawasan hutan lindung di Indonesia.(*)
Eksplorasi Geotermal Bedugul Pro Dan Kontra
Senin, 19 Desember 2011 9:53 WIB