Denpasar (ANTARA) - Pertumbuhan pariwisata di Bali terus meningkat, tapi belum diimbangi dengan merangkul secara maksimal tenaga kerja lokal, bahkan posisi tenaga warga Pulau Dewata di industri pariwisata, khususnya hotel, masih sedikit.
"Tenaga kerja profesional seperti jajaran di tingkat general manager di Bali kebanyakan dikuasai orang luar. Bahkan banyak posisi penting dipegang orang asing," kata tokoh pariwisata yang juga General Manager (GM) Hotel Sovereign Bali, I Made Ramia Adnyana, disela acara "1st Annual Hotelier Summit Indonesia 2019” yang digelar Global Hospitality Expert (GHE) di Kuta, Bali, Minggu.
Ia menambahkan Bali boleh dikatakan krisis kepemimpinan di industri pariwisata. Hal tersebut terlihat dengan adanya dominasi tenaga asing yang memegang posisi strategis. "Di hotel-hotel berbintang sekitar 45 persen dipegang general manager asing. Yang dari luar Bali juga banyak," ucapnya.
Sementara kalau melihat di sejumlah negara tetangga, untuk posisi puncak kebanyakan dipegang warga lokal. Seperti Singapura dan Thailand. Untuk posisi GM di industri pariwisata hanya sekitar 15 persen saja diisi asing, yang 85 persen orang lokal.
"Kita di Bali yang memiliki kontribusi pariwisatanya 65 persen dari nasional, jabatan GM itu hanya sekitar 35 persen dipegang lokal," ujarnya.
Baca juga: Badung latih 60 pemandu wisata desa/kota
Padahal kalau soal kemampuan, kata dia warga lokal tidak kalah dengan yang dari luar. Umumnya posisi penting itu juga terkait dengan kepemilikan serta sistem manajemen yang diterapkan seperti hotel chains.
Ke depan kepemimpinan ini menjadi hal penting dalam kegiatan pariwisata. Untuk itu masalah "leaderahip" mendapat perhatian serius dan menjadi salah satu topik yang dibahas dalam pertemuan ini.
"Kalau leadership ini bisa ditingkatkan, maka banyak tenaga kerja lokal dalam level tertentu bisa mengisi peluang yang ada," tambahnya.
Baca juga: Sekda Bangli buka pelatihan pemandu wisata buatan