Jakarta (ANTARA) - AirAsia Indonesia menyatakan sudah menjual tiket 38 persen di bawah tarif batas atas (TBA) untuk penerbangan domestik.
“Kami diminta (menurunkan) 50 persen di jam dan hari tertentu dan itu sudah kami sampaikan data-datanya. Tadi kami juga rapat seperti yang disampaikan Kementerian Perekonomian, kalau kami sudah di bawah 38 persen,” kata Direktur Utama AirAsia Indonesia Dendy Kurniawan di Jakarta, Kamis.
Pernyataan tersebut menyusul instruksi pemerintah kepada maskapai untuk menurunkan harga tiket pesawat 50 persen di bawah tarif batas atas (TBA) pada hari Selasa, Kamis dan Sabtu, pukul 10.00-14.00.
Menurut Dendy, maskapai sudah memiliki cara dan strategi sendiri, tidak perlu diatur jam dan hari untuk menurunkan harga tiket pesawat.
“Ini sebetulnya enggak perlu diatur jam dan waktu tertentu. Maskapai pasti punya strategis sendiri di peak hours kayak akhir pekan, pasti enggak usah dibilang akan otomatis. Kalau sepi juga kalau pasang harga mahal kan konyol. Jadi sebetulnya sudah strategi maskapai,” katanya.
Selain itu, lanjut dia, harga yang diberlakukan di AirAsia berjenjang, tidak pukul rata semua satu harga. Artinya dari 180 kursi dalam satu pesawat tidak semuanya harga Rp1 juta, misalnya.
“Di mulai dari Rp300.000 hingga Rp500.000 dan berikutnya, karena kami dimulai dari bawah, secara rata-rata kami masih di bawah dari lain,” katanya.
Dendy mengaku instruksi pemerintah tersebut tidak berpengaruh signifikan kepada operasional AirAsia karena pihaknya sudah memasang harga murah.
“Kalau memang ada rute kami dirasa masih mahal, diminta turunin kami dengan senang hati. Tapi kan ada Tarif Batas Atas yang enggak bisa dilanggar,” katanya.
Namun, dia masih berharap adanya insentif dari pemerintah, terutama untuk biaya yang memakan porsi besar dari biaya operasional, contohnya untuk bahan bakar sebesar 40 persen dari biaya operasional.
“Ya saya rasa yang kami harapkan satu dari pemerintah, satu dari sisi harga avtur. Ini bukan hoaks, tapi memang harga avtur kita lebih mahal dibandingkan Singapura dan Malaysia,” ujar Dendy.
Bahkan, dia menambahkan, harga avtur di Denpasar lebih mahal 15-20 persen dibandingkan di Jakarta.
“Ini sesuatu yang harus dipikirkan. Kami mengerti ada biaya distribusi yang harus dikeluarkan Pertamina tapi kalau begini terus bisa jadi beban buat kita. Itu kan 40 persen terhadap total cost maskapai jadi sangat signifikan,” katanya.
Ia menilai penghapusan PPn 10 persen juga akan sangat membantu untuk menekan biaya operasional maskapai.