Surabaya (ANTARA) - Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Timur menegaskan bahwa pengerahan massa (demonstrasi) menolak hasil Pemilihan Umum adalah bertentangan dengan agama.
"Menolak hasil pemilu lewat pengerahan massa dengan dalih gerakan kedaulatan rakyat tidak dibenarkan menurut agama," ujar Katib PWNU Jatim KH Syafrudin Syarif kepada wartawan di kantor PWNU Jatim di Surabaya, Senin.
Tindakan menolak hasil pemilu dengan pengerahan massa lewat dalih gerakan kedaulatan rakyat, kata dia, dapat mengarah pada tindakan makar, menyulut terjadinya konflik sosial, perang saudara dan mengacaukan keamanan nasional.
Pernyataan tersebut menjadi salah satu poin hasil "bahtsul masail" menjelang pengumuman hasil pemilihan umum legislatif dan pemilihan presiden pada Rabu, 22 Mei 2019.
Menurut dia, PWNU Jatim terpanggil mengkaji permasalahan ini sebagai wujud tanggung jawab amanah wathaniyah demi terjaganya stabilitas politik dan keamanan nasional, serta baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur.
Hasil berikutnya, yaitu tindakan penolakan terhadap hasil pemilu tidak diperbolehkan karena dalam penolakan hasil pemilu tersebut terdapat tujuan, tindakan atau dampak yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan dan atau syariat.
Selain itu, diharapkan semua menahan diri dan mengajak masyarakat tidak terprovokasi oleh gerakan tersebut, serta mendukung penuh aparat keamanan untuk mengambil tindakan tegas sesuai peraturan perundang-undangan berlaku.
Sementara itu, seusai sidang, keputusan tersebut telah dikukuhkan dalam SK: 209/PW/A-II/L/V/2019 di internal PWNU Jatim dan disebarkan kepada Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama se-Jawa Timur serta masyarakat luas.
Bahtsul masail kebangsaan dipimpin KH Ahmad Asyhar Shofwan dan sekretaris Ahmad Muntaha, sedangkan bertindak sebagai perumus adalah 28 orang yang merupakan perwakilan dari unsur kiai, ulama, akademisi, ahli hukum dan PWNU Jatim.
Para kiai perumus antara lain KH Anwar Iskandar, KH Syafruddin Syarif, KH Romadlon Khotib, Akhmad Muzakki, KH Muhammad Mughits, Syukron Dosi, KH Ahmad Asyhar Shofwan, KH M Ali Maghfur Syadzili, KH Syihabuddin Sholeh, K Ahmad Muntaha AM dan lainnya.