Jakarta (ANTARA) - Kurs nilai tukar rupiah yang pada pembukaan pasar Jumat pagi ini merosot 0,04 persen diperkirakan masih berpotensi menanjak pada jalur perdagangan akhir pekan, seiring sentimen positif dari kurs mata uang di kawasan, dan juga parameter kegiatan dunia usaha domestik.
Kepala Riset Samuel Aset Manajemen Lana Soelistianingsih dalam risetnya di Jakarta, Jumat, menyebutkan beberapa indikator ekonomi global seperti pergerakkan bursa di Asia dan harga minyak mentah menunjukkan harga pembukaan yang bervariasi pada akhir pekan ini.
Di tengah sentimen dari dolar AS, mata uang kuat Asia seperti Yen Jepang dan dolar Singapura mampu menunjukkan penguatan terhadap "greenback" (dolar AS).
"Itu yang bisa menjadi sentimen penguatan rupiah hari ini menuju kisaran antara Rp14120 hingga Rp14130 per dolar AS," ujar Lana.
Sementara itu, potensi penguatan mata uang Garuda juga datang dari hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) kuartal I 2019 yang meningkat dengan Saldo Bersih Tertimbang sebesar 8,65 persen, dibandingkan 6,19 persen di kuartal IV 2018.
"Perbaikan ini terkonfirmasi dengan naiknya kapasitas usaha sebesar 76,1 persen, naik dari 75,18 persen pada kuartal IV 2018. Di sektor pengolahan (manufaktur), tercatat 52,56 persen lebih tinggi dibandingkan kuartal IV 2018 yang sebesar 52,58 persen.
Pada kurs tengah yang ditunjukkan Bank Indonesia (BI) Jumat ini, kurs rupiah terhadap dolar AS Jumat ini juga menguat, meskipun saat pembukaan di pasar spot, rupiah melemah
Kurs tengah BI atau kurs acuan "Jakarta Interbank Spot Dollar Rate" (Jisdor) berada di Rp14.153 atau menunjukkan penguatan tipis 0,02 persen.
Penguatan ini mengakhiri pelemahan rupiah beruntun selama tiga hari terakhir.
Rupiah diperkirakan masih berpotensi menanjak
Sabtu, 13 April 2019 6:51 WIB