Bangli (Antara Bali) - Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Kabupaten Bangli, Bali, menyayangkan pembisnisan pengeboran air bawah tanah atau lebih dikenal dengan sumur bor.
"Mentang-mentang punya uang, air kok bisa dikuasai oleh orang tertentu bahkan dibisniskan," kata Ketua LSM Darma Wimmrisa Bangli, I Putu Dirga, Rabu.
Pembisnisan air bawah tanah itu, sudah sangat jelas bertentangan dengan pasal 33 UUD 1945. Dirga mengaku melihat secara kasat mata penjualan air dilakukan oleh para pemilik sumur bor di Bangli.
Seperti misal di wilayah Kecamatan Susut, banyak ada penjualan air hasil pengeboran secara pribadi. Dikatakan hal itu sebagai cermin perekonomian di Bangli sudah dikuasai oleh kaum pemilik modal (kapitalis).
Dirga khawatir dampak sosial dan dampaknya terhadap lingkungan oleh pengeboran tersebut seperti air yang mulai mengecil di daerah subak di hilir.
"Mudah-mudahan Bangli tidak menjadi korban Lapindo kedua," katanya.
Pada sisi lain Ia juga mempertanyakan Pemkab tidak mengenakan pungutan pajak, padahal Perda tentang hal itu sudah ada. Dirga mempertanyakan apa ada pembiaran pajak di Bangli.(*)