Klungkung (Antaranews Bali) - Bank Indonesia mendorong produksi pelet dari sampah yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar mesin pembangkit listrik serta energi alternatif untuk kebutuhan rumah tangga yang dikelola oleh Badan Usaha Milik Desa Paksebali di Kabupaten Klungkung, Bali.
"Sampah merupakan salah satu masalah Bali sebagai daerah pariwisata. Untuk itu kami serahkan mesin pelet sampah sehingga lingkungan terjaga dan sampah bisa memberi manfaat ekonomi," kata Deputi Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali Azka Subhan di Klungkung, Bali, Kamis.
Bank sentral itu menyerahkan dua alat pengolah sampah menjadi pelet atau toss kepada unit usaha pengolahan sampah Bumdes Paksebali Klungkung melalui program bantuan sosial BI.
Dengan begitu, pencemaran lingkungan dari sampah dapat diminimalisasi karena dapat didaurulang sebagai bahan bakar alternatif, sekaligus menambah daya tarik daerah setempat sebagai desa wisata.
Sementara itu Bupati Klungkung I Nyoman Suwirta mengatakan tambahan alat pelet sampah itu menambah mesin saat ini yang dikelola Bumdes di daerah setempat mencapai sekitar 12 unit.
Menurut dia, permintaan pelet yang digunakan sebagai bahan bakar "gasifier" atau mesin pembangkit listrik mencapai sekitar 3,5 ton per hari. Sehingga potensi itu menjadi peluang bisnis baru yang perlu dipenuhi masyatakat desa sehingga memberikan efek ganda untuk pemberdayaan ekonomi setempat.
"Meski begitu kami masih kekurangan alat. Selain itu kami juga perlu mengedukasi masyatakat termasuk mengubah pola pikir bahwa ini membutuhkan proses tidak langsung memberikan hasil yang besar, " ucap Suwirta.
Ketua Bumdes Paksebali I Made Mustika mengatakan saat ini harga per kilogram mencapai kisaran Rp300 hingga Rp400. Ia mengharapkan dengan bantuan mesin itu kapasitas produksi dapat digenjot mengingat selama ini belum berproduksi karena baru mendapatkan mesin pelet sampah.
Untuk satu mesin Toss, lanjut dia, dapat menghasilkan sekitar 200 kilogram pelet per jam.
Mustika menjelaskan untuk menghasilkan pelet, dapat menggunakan sampah organik atau sampah plastik yang kemudian dipilah untuk selanjutnya menjalani proses dikomposting dengan diberikan cairan bio antivaktor. Setelah sekitar dua minggu, maka sampah yang sudah menjalani fermentasi itu akan dicacah dengan dicampur air.
Campuran itu, kata dia, kemudian dimasukkan ke dalam mesin Toss untuk diolah menjadi pelet.
Saat ini, Bumdes Paksebali mempekerjakan sekotar 14 orang pekerja yang bekerja dalam dua pergantian waktu yakni pagi dan sore.
"Kami juga membuat cairan bio vaktor secara alami dengan buah busuk yang dicampur gula pasir atau gula merah nanti diperkirakan tiga bulan bisa dimanfaatkan," katanya.
Atasi masalah sampah, BI Bali dukung produksi pelet
Kamis, 13 Desember 2018 19:47 WIB