Denpasar (Antaranews Bali) - Jaksa Penuntut Umum dari Kejaksaan Tinggi Bali, menuntut dua orang pegawai di Pemerintah Kota (Pemkot) Denpasar, masing-masing 2,5 tahun penjara, karena melakukan tindak pidana pengajuan kredit menggunakan dokumen palsu.
"Terdakwa Ni Wayan Arini (48) dan Ni Wayan Rusi Purnama Dewi, (31) terbukti bersalah melakukan tindak pidana secara bersama-sama menggunakan surat palsu dan melanggar Pasal 263 Ayat 2 KUHP juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP," kata Jaksa Penuntut Umum (JPU) Martinus Tondu Suluh di PN Denpasar, Selasa.
Dalam sidang yang dipimpin Hakim I Wayan Kawisada itu, jaksa menilai perbuatan terdakwa Ni Wayan Arini yang merupakan seorang pegawai negeri di Bagian Pengelolaan Aset Kota Denpasar dan terdakwa Ni Wayan Rusi Purnama Dewi selaku pegawai honorer di Sekretariat DPRD Kota Denpasar, telah meresahkan masyarakat.
Sementara yang meringankan tuntutan keduanya, karena mengakui perbuatannya secara berterus terang, para terdakwa mengembalikan kerugian saksi korban sebesar Rp526,3 juta, para terdakwa belum pernah dihukum dan menyesali perbuatannya bersalah.
Mendengar tuntutan jaksa itu, salah satu terdakwa Wayan Arini didampingi penasihat hukumnya I Nyoman Yudara menanggapi tuntutan jaksa dengan menyampaikan pembelaan (pledoi) secara lisan dengan meminta keringan hukuman kepada majelis hakim.
"Mohon majelis hakim memberikan saya hukuman seringan-ringannya, karena saya menyesali perbuatan saya dan saya memiliki kewajiban sebagai istri maupun menantu saya," ujarnya.
Sementara itu, jaksa juga menanggapi pembelaan terdakwa secara lisan yang menyatakan tetap pada tuntutannya. "Kami tetap pada tuntun kami majelis hakim," katanya.
Kasus ini mencuat, karena kedua terdakwa membuat pemalsuan surat pengajuan kredit di Koperasi Asta Sedana alamat Lingkungan Cepaka, Desa Kapal, Kecamatan Mengwi, Badung, pada 18 Juli 2014 sampai 25 November 2014, sehingga mengakibatkan koperasi itu mengalami kerugian sebesar Rp655,4 juta lebih.
Kejadian itu bermula saat terdakwa Rusi Purnama mendatangi terdakwaWayan Arini, dengan maksud meminjam uang untuk membayar berbagai keperluan. Karena mengetahui terdakwa Rusi berstatus bukan PNS, keinginan itu tidak bisa diakomodasi akibat syarat untuk mendapatkan pinjaman di Koperasi Asta Sedana, calon peminjam harus berstatus PNS.
Karena kondisinya begitu, terdakwa Rusi kemudian mengeluarkan ide untuk nasabah yang bukan PNS dibuatkan fotokopi SK PNS palsu serta kelengkapan lainnya seperti KTP dan KK. Ide itu kemudian disetujui oleh terdakwa Wayan Arini dan juga akan menyiapkan slip gaji palsu.
Selanjutnya, terdakwa Wayan Arini menemui saksi, Gde Anom Suarshana, di Koperasi Asta Sedana untuk menyampaikan maksud untuk menjalin kerja sama pengajuan kredit secara kolektif untuk teman-teman terdakwa sesama PNS yang bekerja di Bagian Pengelolaan Aset Kota Denpasar tempatnya bekerja.
Kemudian, pada 3 Juli 2014, terdakwa satu mengajukan surat permintaan kerja sama pengajuan kredit ke Koperasi Asta Sedana, di mana surat itu dia tanda tangani sendiri oleh terdakwa.
Selanjutnya, pada 10 Juli 2014, saksi Gde Anom Suarshana dan Gusti Ayu Apriliani dari Koperasi Asta Sedana menemui terdakwa satu di Kantor Wali Kota Denpasar dengan membawa draf perjanjian kerja sama pinjaman kredit antara Koperasi Asta Sedana dengan staf Bagian Pengelolaan Aset Daerah Kota Denpasat.
Singkat cerita, terdakwa Rusi menyiapkan syarat-syarat yang diperlukan untuk mengajukan pinjaman dan ada 29 data calon nasabah berupa KTP dan KK yang pemiliknya bekerja sebagai karyawan swasta.
Dengan data itu, terdakwa kemudian membuat 29 lembar SK PNS palsu, yang kemudian data-data itu diserahkan kepada terdakwa Wayan Arini untuk dibuatkan petikan daftar gaji sebanyak 29 lembar.
Kemudian, terdakwa Arini sejak 18 Juli 2014 sampai 25 November 2014 mengajukan permohonan kredit sebanyak 47 nasabah dengan besar pinjaman satu orang nasabah sebesar Rp25 juta.
Dari 47 orang nasabah yang mengajukan pinjaman terdapat 18 nasabah adalah benar PNS yang mengajukan pinjaman, sedangkan 29 nasabah lainnya bukan PNS. (WDY)