Denpasar (Antara Bali) - Penerbitan buku arsitektur yang berbeda dengan jenis lainnya, semisal buku sastra, politik, ekonomi maupun ilmu budaya dan humaniora, dibahas di Bentara Budaya Bali Jalan By Pass Ida Bagus Mantra, Ketewel, Kabupaten Gianyar.
Dalam pembahasan yang dijadwalkan berlangsung Minggu (31/7) pukul 19.00 Wita tersebut juga akan diketengahkan secara khusus mengenai tahapan penerbitan buku arsitektur berikut kendala-kendalanya.
Menurut Putu Aryastawa dan Juwitta, staf Bentara Budaya Bali, Jumat, melalui buku bertajuk "New Regionalism in Bali Architecture" karya Popo Danes, akan dibahas lebih mendalam kekhasan terbitan jenis ini dibandingkan bidang lainnya.
Buku yang ditulis oleh Imelda Akmal itu tidak hanya dilengkapi dengan gambar site plan, potongan denah serta ilustrasi proyek terbangun, tetapi juga merangkum monograf karya Popo Danes.
Lebih dari 30 karya arsitektur yang dirancangnya, semisal rumah tinggal, vila, hotel, restoran, museum hingga konservasi bangunan tua.
Buku itu tersaji dalam 208 halaman dan dilengkapi lebih dari 400 ilustrasi gambar berwarna dalam dua bahasa.
"Dalam diskusi kali ini kami akan menghadirkan Imelda Akmal, Sony Sandjaya serta Popo Danes," ujar Putu Aryastawa.
Imelda Akmal adalah seorang penulis spesialis arsitektur dengan reputasi yang telah teruji, memulai kariernya sebagai penulis bidang arsitektur dan interior pada tahun 1993 di Majalah Femina.
Lulusan Teknik Arsitektur Universitas Trisakti itu telah membuat lebih dari 50 buku, dan pernah meraih penghargaan dari Ikatan Penerbit Indonesia (Ikapi).
Dia kini juga bekerja sebagai kontributor untuk artikel arsitektur dan interior pada majalah dalam dan luar negeri, seperti Home Décor, ISH Magazine, Femina Pesona, A+, serta menjadi konsultan untuk program televisi Home Beauty.
Sementara Sony Sandjaya adalah seorang fotografer profesional dengan spesialisasi arsitektur dan interior.
Karya-karyanya tidak hanya dimuat di media terkemuka nasional tetapi juga internasional seperti Architectural Digest (USA), A+U (Jepang), Thames & Hudson, Taschen serta mengisi puluhan buku dan majalah arsitektur, interior, termasuk buku yang disusun IAAW Studio.
Sonny Sandjaya mulai menekuni kariernya sebagai fotografer dari sebuah harian ibukota, kemudian bekerja di majalah wanita terkemuka di Indonesia.
Dengan bekal pendidikan Art in Photography dari Royal Melbourne Institute of Technology, Australia, Sonny juga kerap menjadi pembicara dalam seminar dan workshop fotografi arsitektur.
Sedangkan Popo Danes sudah begitu dikenal sebagai arsitek terkemuka di Bali. Pada usia 17 tahun, dia telah merancang sebuah rumah untuk pertama kalinya.
Popo yang kemudian berpenampilan khas dengan rambut putihnya, menamatkan pendidikan arsitek di Jurusan Arsitektur Universitas Udayana.
Dia juga sempat mendapat beasiswa untuk Rotary Group Study Exchange ke Belanda. Karya-karyanya tidak hanya diakui di ranah nasional tetapi juga dunia internasional.
Pada usia 23 tahun, yang tergolong sangat muda untuk merancang bangunan komersial, Popo Danes mendapat kepercayaan merancang sebuah hotel.
Ia juga pernah merancang sebuah restoran milik Intercontinental Hotel di Dubai bernama Fish Market, yang saat ini menjadi salah satu restoran terbaik di sana.
Bali hospitality architecture merupakan spesialisasi Popo Danes hingga saat ini.
"Dialog yang menghadirkan Popo Danes, Imelda Akmal dan Sony Sandjaya, akan sangat menarik untuk diikuti oleh para praktisi, profesional maupun penikmat arsitektur. Semoga bisa membuka ruang kreasi dan inovasi yang lebih kaya," ucap Aryastawa.(*)
Penerbitan Buku Arsitektur Dibahas Di Bentara Budaya
Jumat, 29 Juli 2011 8:28 WIB