Denpasar (Antaranews Bali) - Dinas Kebudayaan Kota Denpasar, Bali, mengevaluasi penyelenggaraan pawai "Ogoh-Ogoh" Hari Suci Nyepi Tahun Baru Saka 1940 karena masih ditemukan menggunakan musik pengeras suara.
Kepala Dinas Kebudayaan (Disbud) Kota Denpasar I Gusti Ngurah Bagus Mataram di Denpasar, Senin, mengatakan berdasarkan evaluasi dari parade "Ogoh-Ogoh" pada "Malam Pangerupukan Nyepi" Jumat (16/3), masih para pengarak boneka raksasa dengan wajah menyeramkan itu menggunakan alat musik pengeras suara. Padahal sudah dilarang untuk menggunakan pengeras suara dan dianjurkan memakai gamelan tradisional, seperti gong baleganjur dan tektekan dalam upaya menjaga kelestarian budaya Pulau Dewata.
Bagus Mataram mengatakan pihaknya segera melakukan evaluasi melibatkan "desa pekraman" (desa adat) yang ada, serta melibatkan Sabha Upadesa Kota Denpasar.
"Masih ada komunitas yang berada di gang-gang yang menggunakan pengeras suara (sound system). Hal ini akan kami koordinasikan dan komunikasikan kepada tokoh-tokoh masyarakat hingga Sabha Upadesa," ujarnya.
Lebih lanjut Bagus Mataram mengatakan masih ada penggunaan instrumen pengeras suara saat arak-arakan "Ogoh-Ogoh" itu karena belum ada aturan yang jelas untuk melarang penggunaan alat tersebut.
Sehingga pelarangan penggunaan alat pengeras suara sebagai pengiring "Ogoh-Ogoh" ke depannya akan diatur dalam aturan adat (Perarem), Desa Pekraman Kota Denpasar.
Disamping itu, kata dia, juga akan memuat sanksi bagi komunitas yang kedapatan menggunakan alat pengeras suara dalam pengarakan "Ogoh-Ogoh".
"Meski imbauan telah kami lakukan, namun sulit melarang karena belum adanya sanksi dan diatur dalam `perarem`," katanya.
Sedangkan penggunaan alat-alat tradisional dalam pengarakan "Ogoh-Ogoh" sebelumnya telah disosialisasikan di setiap ajang lomba "Ogoh-Ogoh" yang digelar Pemkot Denpasar dan diserahkan kepada desa dan kelurahan se-Kota Denpasar.
Dalam parade (pawai) ditekankan penggunaan alat-alat musik tradisional dan melarang keras penggunaan pengeras suara.
"Kami segera mengumpulkan bendesa (ketua) adat se-Kota Denpasar dan mengatur dalam `perarem` penggunaan alat-alat tradisional di setiap pengarakan Ogoh-Ogoh," ujarnya.
Sementara Kadek Suprapta Meranggi, seorang seniman layang-layang dari Desa Sanur yang juga pecinta "Ogoh-Ogoh" mendukung langkah Pemkot Denpasar yang telah melarang penggunaan pengeras suara saat parade boneka raksasa tersebut.
"Para turis asing yang menyaksikan sangat malu melihat adanya penggunaan `sound system` dalam pengarakan Ogoh-Ogoh. Saya dukung menggunakan gamelan tradisional Bali, dan mari kita lestarikan seni budaya Bali dengan menggunakan alat musik tradisional saat mengarak Ogoh-Ogoh," ucapnya. (WDY)
Disbud Denpasar evaluasi pawai 'Ogoh-Ogoh'
Senin, 19 Maret 2018 19:10 WIB